Negosiasi Gencatan Senjata Hamas di Mesir Memanas

Negosiasi Gencatan Senjata Hamas di Mesir Memanas

Pemimpin senior Hamas, Khalil al-Hayya, melakukan kunjungan penting ke Kairo untuk mempercepat negosiasi gencatan senjata Hamas. Pertemuan ini bertujuan menghentikan eskalasi perang di Gaza, memperluas bantuan kemanusiaan, dan mengupayakan pembebasan para sandera.

Kunjungan tersebut dilaksanakan pada 13 Agustus 2025, di tengah situasi lapangan yang memanas akibat serangan udara dan darat Israel. Al-Hayya memimpin delegasi Hamas dalam pembahasan proposal gencatan senjata selama 60 hari yang mencakup pertukaran tahanan dan langkah menuju pengaturan politik baru di Gaza jika negara Palestina terbentuk.

Mediasi Internasional dan Tekanan Lapangan

Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat menjadi mediator utama dalam negosiasi gencatan senjata Hamas ini. Tujuan mereka adalah menyusun kesepakatan komprehensif yang dapat membuka akses penuh bantuan kemanusiaan dan mengakhiri penderitaan warga Gaza.

Namun, di lapangan, situasi semakin memburuk. Serangan Israel menargetkan Gaza City, Khan Younis, dan Mawasi, menewaskan setidaknya 11 orang. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan bahwa kesepakatan parsial sudah tidak relevan dan menginginkan satu paket kesepakatan yang mencakup pembebasan semua sandera sekaligus.

Ketegangan ini membuat proses mediasi berjalan di bawah tekanan besar, karena setiap serangan baru menambah urgensi untuk menemukan solusi cepat. Di saat yang sama, komunitas internasional mendesak kedua pihak untuk menahan diri dan mengutamakan keselamatan warga sipil.

Dalam forum di Kairo, delegasi Hamas mempresentasikan usulan gencatan senjata sementara selama 60 hari. Poin pentingnya meliputi pertukaran sandera, pengiriman bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, serta rencana masa depan pengelolaan Gaza pasca konflik. Negosiasi gencatan senjata Hamas ini menjadi momen krusial untuk menghindari kehancuran lebih lanjut.

Baca juga : Warga Palestina Bergantung Bantuan Makanan untuk Hidup

Di sisi lain, Israel tetap memegang kendali penuh atas jalannya operasi militer, dengan rencana menguasai sepenuhnya Gaza City. Rencana tersebut menuai kritik internasional karena dikhawatirkan memperburuk krisis kemanusiaan.

Jika kesepakatan ini gagal, risiko kekerasan berkelanjutan sangat tinggi. Namun, jika berhasil, gencatan senjata ini bisa menjadi langkah awal menuju perdamaian jangka panjang dan membuka jalan bagi solusi politik yang lebih permanen. Kesepakatan ini pun akan menjadi ujian bagi efektivitas diplomasi di kawasan yang penuh konflik.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *