Balita Sukabumi Cacing Meninggal, RSUD Responsinya Kritis

Balita Sukabumi Cacing Meninggal, RSUD Responsinya Kritis

RSUD Syamsudin pastikan penanganan balita Sukabumi meninggal penuh cacing telah profesional. Keluarga dan lingkungan turut diperiksa. Peristiwa haru terjadi ketika seorang balita Sukabumi cacing ditemukan meninggal dunia dengan kondisi tubuh dipenuhi cacing usai dirawat di RSUD Syamsudin. Pihak rumah sakit menerangkan bahwa sejak kedatangan balita dalam keadaan kritis, segala upaya medis telah dilakukan untuk menyelamatkan nyawanya—termasuk tindakan intensif dan pendeteksian cacing di tenggorokan dan hidung korban.

Humas RSUD menegaskan bahwa penanganan dilakukan segera setelah diagnosis ditemukan. Keterlambatan penanganan sebelumnya—karena lokasi terpencil dan situasi keluarga—diduga memperparah kondisi sang balita. Peristiwa ini menaikkan keprihatinan publik terhadap kesehatan anak-anak di daerah dengan akses terbatas.

Penyebab dan Penanganan Medis

Dalam kasus balita Sukabumi cacing, dokter menyebut adanya infeksi cacing gelang (askariasis) parah sebagai penyebab utama. Infeksi jenis ini dapat terjadi akibat sanitasi buruk dan kondisi lingkungan yang memungkinkan telur cacing berkembang. RSUD menjelaskan bahwa gejala muncul saat cacing mulai berpindah ke organ vital. Segera setelah ditemukan, korban dipasangi infus dan dipindahkan ke ruang PICU untuk observasi intensif.

Meski penanganan darurat sudah maksimal, rusaknya fungsi organ vital akibat toksin cacing menjadi tantangan. Dokter menyebut, “Segera kirim sampel ke laboratorium untuk memastikan tingkat infeksi, meskipun kondisinya sudah sangat sulit dikendalikan.” Kondisi lingkungan keluarga balita, seperti rumah panggung dan latar belakang kesehatan keluarga juga diperiksa, menjadi bagian dari evaluasi menyeluruh.

Baca juga : Intimidasi Dokter RSUD Sekayu Berakhir Damai

Kematian tragis balita Sukabumi cacing memicu sorotan pada kondisi sosial ekonomi daerah tersebut. Rumah balita berada di kawasan dengan sanitasi buruk, tanpa akses air bersih, dan keluarga dalam kondisi rentan—ibu mengalami gangguan kejiwaan, ayah berobat TBC. Kombinasi pelayanan kesehatan yang minim dan kondisi keluarga membuat kasus ini menjadi alarm perlunya intervensi terpadu.

Warga dan relawan mendesak agar pemerintah desa, dinas kesehatan, dan puskesmas setempat lebih aktif melakukan edukasi, penyuluhan cacingan, dan distribusi obat cacing secara massal. Beberapa aktivis menyoroti bahwa mencegah infeksi cacing pada balita harus dimulai sejak periode bersih dari kandungan dan pemenuhan gizi awal.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *