Revisi UU Haji, Syarat PPIH Diatur Permenu

Revisi UU Haji, Syarat PPIH Diatur Permenu

Panitia Kerja (Panja) DPR bersama pemerintah menyetujui perubahan penting dalam revisi UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Salah satu poin utama adalah bahwa syarat PPIH diatur permenu, bukan lagi ditetapkan dalam undang-undang. Perubahan ini dinilai akan membuat aturan lebih fleksibel dan menyesuaikan kebutuhan di lapangan tanpa harus menunggu revisi UU.

Sebelumnya, syarat untuk menjadi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) diatur secara rinci dalam UU, termasuk kriteria beragama Islam dan pengalaman naik haji. Namun kini, detail tersebut akan diturunkan ke level peraturan menteri. Keputusan ini dianggap lebih adaptif, terutama bagi daerah yang memiliki karakteristik khusus, seperti wilayah dengan mayoritas nonmuslim yang tetap membutuhkan petugas teknis dalam pelayanan haji.

Fleksibilitas Regulasi dan Alasan Perubahan

Dalam penjelasan Panja, pengalihan aturan sehingga syarat PPIH diatur permenu dilakukan agar lebih responsif. Dengan cara ini, pemerintah bisa langsung mengubah atau menyesuaikan aturan sesuai kondisi tanpa proses legislasi panjang. Contoh yang paling menonjol adalah aturan bahwa petugas embarkasi tidak wajib beragama Islam di daerah tertentu.

Wakil Menteri Sekretaris Negara, Bambang Eko Suhariyanto, menegaskan bahwa keputusan ini bukan untuk mengabaikan aspek agama, melainkan untuk memastikan operasional teknis berjalan lancar. Petugas medis, logistik, hingga pelayanan embarkasi bisa saja dari kalangan nonmuslim selama tetap profesional melayani jamaah haji.

Selain itu, pengaturan lewat peraturan menteri memberi ruang lebih luas bagi Kementerian Agama untuk memperbaiki standar kompetensi PPIH. Hal ini mencakup keahlian manajerial, komunikasi lintas budaya, hingga kemampuan menangani situasi darurat yang sering muncul dalam perjalanan haji.

Kesepakatan bahwa syarat PPIH diatur permenu mendapat tanggapan beragam. Sebagian pihak mendukung langkah ini karena lebih praktis dan efisien. Dengan demikian, regulasi bisa lebih cepat menyesuaikan kebutuhan jamaah, terutama dalam hal pelayanan kesehatan dan fasilitas embarkasi.

Baca juga : Bayang-Bayang Korupsi Penyelenggaraan Haji Kian Nyata

Namun, kritik juga muncul dari sebagian anggota DPR yang menilai syarat agama seharusnya tetap ditegaskan di dalam UU. Mereka khawatir jika fleksibilitas ini terlalu longgar, prinsip keagamaan bisa terabaikan. Meski begitu, Ketua Panja menegaskan bahwa aspek prinsipil tetap ada di dalam UU, sementara aspek teknis cukup diatur dalam peraturan menteri.

Secara keseluruhan, perubahan ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan haji. Dengan syarat PPIH diatur permenu, pemerintah bisa lebih cepat beradaptasi terhadap tantangan di lapangan, sekaligus menjaga efisiensi birokrasi dalam penyelenggaraan ibadah haji.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *