Di tengah euforia penunjukan wakil RI untuk kategori Best International Feature Film, perdebatan tentang Strategi Oscar Indonesia kembali memanas. Tiap tahun Indonesia mengirim film terbaiknya, namun peluang menembus daftar pendek kerap kandas karena kampanye yang tidak terstruktur, dari pemutaran untuk pemilih Academy hingga publikasi di media industri. Alhasil, seremoni pengumuman sering lebih menonjol ketimbang kerja lapangan yang menentukan suara. Di sisi lain, komunitas perfilman menagih pendekatan profesional: riset pemilih, rencana tur pemutaran, serta anggaran komunikasi yang transparan.
Industri memerlukan konsistensi lintas tahun—bukan sekadar gebrakan musiman—agar reputasi karya Indonesia terbentuk di radar juri dan awak media internasional. Memahami peta festival, momentum rilis, dan positioning genre juga krusial. Tanpa itu, pengiriman kandidat mudah berhenti pada publikasi domestik semata. Dengan fondasi yang rapi, polemik tahunan bisa berubah menjadi pijakan strategis untuk memperbesar peluang nominasi.
Kronologi, Masalah Inti, dan Benchmark
Setiap musim, komite seleksi menetapkan satu judul untuk mewakili Indonesia. Setelah pengumuman, idealnya kampanye berjalan cepat: paket screener, pemutaran privat untuk anggota Academy, diskusi kreator, dan liputan di media trade film. Namun praktik selama ini kerap tersendat pada tiga hal. Pertama, pendanaan kampanye tidak memadai—padahal biaya iklan, ruang pemutaran, dan PR global cukup besar. Kedua, kalender rilis kurang strategis; film datang terlalu dekat tenggat sehingga waktu kampanye menipis.
Ketiga, jaringan internasional terbatas: koneksi sales agent, publicist, dan programmer festival belum digarap sejak fase awal. Di sinilah Strategi Oscar Indonesia perlu disusun sebagai rencana multi-tahun, bukan proyek sprint beberapa minggu. Negara pesaing memberi contoh: mereka menata roadshow di kota-kota kunci (Los Angeles, New York, London), memanfaatkan momentum festival Tier A, dan menyiapkan materi promosi yang terarah untuk komunitas Academy. Benchmark ini menunjukkan bahwa kualitas film saja tidak cukup; orkestrasi kampanye menentukan visibilitas. Dengan data audiens dan peta pemilih yang akurat, Indonesia bisa memetakan keunggulan genre (drama keluarga, sejarah, atau horor prestige) yang paling beresonansi di musim penghargaan.
Baca juga : Kepergian Yurike Sanger Dimakamkan di Tanah Air
Langkah pertama adalah menetapkan kantor kampanye khusus yang bekerja sejak pra-seleksi: memilih publicist berpengalaman Oscar, menetapkan narasi kunci, serta kalender pemutaran. Kedua, menggalang dukungan lintas pemangku kepentingan—produser, kementerian terkait, dan sponsor—dengan anggaran yang transparan serta indikator kinerja (jumlah pemutaran untuk anggota Academy, jangkauan media trade, ulasan kritikus). Ketiga, membangun “track record” festival: sasaran premier di ajang berpengaruh, diikuti tur komunitas diaspora untuk memperluas buzz.
Keempat, memproduksi materi kampanye yang konsisten—press kit, video Q&A, featurette proses kreatif—agar percakapan tentang film berlanjut di ruang-ruang yang diakses pemilih. Kelima, kurasi judul berbasis data: performa festival, skor kritik, dan potensi tema universal. Jika lima pilar ini dijalankan, Strategi Oscar Indonesia bertransformasi dari seremoni pengiriman menjadi kampanye nyata. Target realistis musim depan: menembus daftar panjang terlebih dahulu, menaikkan peluang shortlist melalui ekspos berulang. Dengan disiplin eksekusi dan evaluasi pascamusim, Strategi Oscar Indonesia akan membangun reputasi jangka panjang. Pada akhirnya, nominasi hanyalah konsekuensi dari kerja sistematis—bukan kejutan semusim—ketika Strategi Oscar Indonesia benar-benar dijalankan end-to-end.