Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan taringnya dalam penanganan kasus korupsi yang menyita perhatian publik. KPK sita rumah Rp 1,3 miliar di Surabaya menjadi sorotan tajam, setelah lembaga antirasuah itu mengumumkan langkah tegas mereka dalam mengusut dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Langkah penyitaan ini menambah panjang daftar aset yang berhasil dibekukan KPK dalam perkara besar yang menyeret puluhan orang. Masyarakat pun bertanya-tanya: siapa pemilik rumah mewah tersebut, bagaimana kaitannya dengan dana hibah, dan sejauh mana penelusuran KPK?
Mari kita ulas lebih dalam mengenai fakta, kronologi, serta implikasi hukum dari langkah KPK yang sedang menjadi buah bibir ini.
Detail Penyitaan KPK Sita Rumah Rp 1,3 Miliar di Surabaya
Kabar bahwa KPK sita rumah Rp 1,3 miliar di Surabaya terkuak pada Jumat, 27 Juni 2025. Rumah yang disita terletak di wilayah elite Surabaya dan diduga milik salah satu tersangka dalam kasus korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2021–2022.
Menurut Juru Bicara KPK, penyitaan dilakukan karena rumah tersebut diyakini berasal dari hasil tindak pidana korupsi. Rumah ini menjadi satu dari sekian banyak aset yang berhasil diidentifikasi dan dibekukan lembaga antirasuah.
Selain rumah senilai Rp 1,3 miliar ini, KPK sebelumnya juga menyita:
- Dua rumah di Surabaya dan Mojokerto senilai Rp 3,2 miliar.
- Satu bidang tanah dan bangunan di Surabaya senilai Rp 3 miliar.
- Tiga bidang tanah di Tuban yang rencananya akan dijadikan lokasi tambang pasir.
Total aset yang telah disita KPK dalam kasus dana hibah Jatim sudah menembus angka miliaran rupiah. Ini menjadi sinyal tegas bahwa KPK tidak hanya membidik pelaku, tetapi juga mengejar pengembalian kerugian negara.
Kronologi Kasus Dana Hibah Jatim
Penyitaan KPK sita rumah Rp 1,3 miliar di Surabaya tidak muncul begitu saja. Kasus ini merupakan pengembangan dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Desember 2022. Saat itu, Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak, ditangkap dalam operasi senyap terkait dugaan suap pengelolaan dana hibah kelompok masyarakat (pokmas).
Dari OTT itu, KPK menelusuri lebih jauh bagaimana mekanisme aliran dana hibah. Modusnya, proposal dana hibah disusun sedemikian rupa oleh oknum politisi, kemudian diarahkan ke pokmas tertentu. Pokmas kemudian mencairkan dana, tetapi sejumlah besar uangnya diduga “dipotong” untuk para pejabat dan pihak yang mengatur proses.
Hingga saat ini, KPK menetapkan 21 tersangka dalam perkara dana hibah Jatim:
- 4 tersangka penerima suap (termasuk pejabat negara)
- 17 tersangka pemberi suap (pihak swasta dan pejabat lainnya)
Nama-Nama yang Diperiksa KPK
Pada akhir Juni 2025, KPK memeriksa sejumlah nama penting terkait kasus ini. Termasuk di antaranya:
- Anwar Sadad, anggota DPR RI
- Mathur Husyairi, anggota DPRD Jawa Timur
- Pengurus lembaga penerima hibah
- Beberapa pihak swasta
Pemeriksaan mereka bertujuan mendalami sejauh mana keterlibatan berbagai pihak dalam skema fee dana hibah. KPK mengindikasikan, ada praktik pengumpulan “setoran” dari hibah yang nilainya mencapai miliaran rupiah.
Dampak Penyitaan KPK Sita Rumah Rp 1,3 Miliar di Surabaya
Penyitaan rumah senilai Rp 1,3 miliar menegaskan bahwa KPK serius dalam penelusuran aset hasil korupsi. Langkah ini diharapkan:
- Menjadi efek jera bagi pelaku korupsi
- Memulihkan kerugian negara
- Membuka tabir aliran dana ilegal dalam proyek hibah Jatim
Tak hanya itu, publik semakin menuntut transparansi. Banyak yang berharap agar kasus ini tak berhenti pada aktor-aktor level menengah, tetapi juga menyasar otak besar di balik korupsi berjemaah dana hibah.
KPK dan Harapan Masyarakat
KPK sita rumah Rp 1,3 miliar di Surabaya menjadi momentum bagi KPK membuktikan komitmen pemberantasan korupsi. Meski jalan terjal, publik menaruh harapan tinggi agar semua pihak yang terlibat bisa diproses secara hukum.
Di sisi lain, Pemprov Jatim kini harus bekerja keras mengembalikan kepercayaan publik. Sebab, dana hibah sejatinya dimaksudkan untuk pembangunan masyarakat, bukan menjadi ladang bancakan segelintir orang.
Kasus KPK sita rumah Rp 1,3 miliar di Surabaya menjadi babak baru pengusutan dugaan korupsi dana hibah di Jawa Timur. Rumah mewah yang kini dalam status sita hanyalah puncak gunung es dari praktik lancung yang melibatkan banyak aktor politik dan swasta. KPK terus berkomitmen mengejar siapa pun yang terlibat, sekaligus membekukan aset hasil korupsi demi menyelamatkan keuangan negara.
Masyarakat pun berharap, penegakan hukum tak tebang pilih. Sebab, korupsi dana hibah bukan sekadar kejahatan finansial, melainkan pengkhianatan terhadap hak rakyat.