Indonesia kini berada di ambang transformasi energi besar-besaran. Pemerintah menargetkan penghentian total impor solar mulai tahun 2026 melalui penerapan program B50, yaitu campuran 50% biodiesel berbasis sawit dengan 50% solar fosil.
Langkah ini tidak hanya menjadi strategi penghematan devisa, tetapi juga bentuk konkret hilirisasi sektor energi terbarukan nasional.
Apa Itu Program B50?
B50 merupakan kelanjutan dari program B40, yang telah mulai diterapkan pada awal 2025. Pada prinsipnya, B50 menggabungkan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) dari kelapa sawit dengan solar. Pemerintah percaya bahwa jika B50 dijalankan secara maksimal, Indonesia bisa memenuhi kebutuhan solarnya sendiri.
Menurut Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Indonesia bisa menghentikan impor solar secara menyeluruh jika program ini berjalan mulus.
Syarat Penting Agar B50 Berhasil
Namun, Bahlil menekankan bahwa keberhasilan B50 tergantung pada tiga hal:
- Ketersediaan produksi FAME yang stabil
- Kelancaran implementasi teknis di lapangan
- Investasi lanjutan untuk kilang biodiesel
Jika salah satu elemen tersebut bermasalah, Indonesia mungkin masih perlu impor solar dalam jumlah terbatas. Karenanya, kolaborasi antara pelaku industri, pemerintah, dan investor menjadi kunci sukses.
Potensi Penghematan Devisa
Dengan B50, pemerintah berharap dapat menghemat hingga miliaran dolar AS per tahun yang sebelumnya digunakan untuk impor solar. Hal ini juga akan berdampak positif terhadap neraca perdagangan nasional.
Bahlil menyebut bahwa program ini bukan hanya kebijakan teknis, tetapi strategi besar untuk kemandirian energi nasional.
Infrastruktur Kilang dan Tantangan Kapasitas Produksi
Tantangan terbesar dari penerapan B50 adalah kesiapan infrastruktur kilang biodiesel dan kemampuan industri dalam memenuhi kebutuhan FAME nasional.
Saat ini, kapasitas produksi FAME di Indonesia berkisar antara 15–16 juta kiloliter per tahun. Namun untuk mendukung B50 secara nasional, dibutuhkan minimal 19–20 juta kiloliter. Hal ini membuat investasi pada sektor pengolahan sawit menjadi sangat krusial.
Pemerintah sendiri telah menyiapkan insentif bagi pelaku industri sawit dan investor kilang.
Tahapan Implementasi B50 hingga Mandatori
Pemerintah berencana menerapkan B50 secara penuh pada awal 2026. Namun sebelum itu, akan dilakukan beberapa tahapan:
- 2025: evaluasi B40 dan uji performa awal B50
- Awal 2026: implementasi bertahap B50
- Akhir 2026: program B50 dijalankan sebagai kebijakan mandatori
Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian juga telah menyusun roadmap kebijakan dan aturan pendukung.
Manfaat B50 Bagi Lingkungan dan Industri
Penerapan B50 tidak hanya berdampak pada sektor energi, tapi juga sektor lingkungan dan ekonomi:
- Menekan emisi gas rumah kaca
- Mengurangi ketergantungan pada energi fosil impor
- Mendorong industri kelapa sawit dalam negeri
- Menciptakan lapangan kerja baru di sektor energi hijau
Selain itu, program ini juga mendukung agenda global pengurangan emisi karbon.
Kritik dan Catatan dari Pengamat Energi
Meski dinilai ambisius, beberapa pengamat mengingatkan agar pemerintah tidak tergesa-gesa. Perlu ada:
- Jaminan bahwa pasokan CPO tidak mengganggu kebutuhan domestik
- Penyesuaian harga agar tidak membebani konsumen
- Kepastian hukum agar investor tertarik menanamkan modal
Jika tidak dikelola dengan hati-hati, B50 bisa mengalami nasib serupa seperti proyek mandatori lainnya yang sempat mandek karena masalah logistik dan birokrasi.
Jalan Menuju Kedaulatan Energi
Program B50 adalah langkah strategis menuju kedaulatan energi Indonesia. Dengan mengandalkan sumber daya lokal seperti kelapa sawit dan memperkuat industri hilir, Indonesia memiliki peluang besar untuk mandiri dalam urusan energi.
Namun, tantangan nyata masih ada: mulai dari kesiapan industri, regulasi pendukung, hingga penerimaan masyarakat terhadap bahan bakar baru.
Jika semua elemen tersebut dapat dikonsolidasikan dengan baik, maka pada tahun 2026, Indonesia tak hanya berhenti mengimpor solar—tapi juga bisa menjadi contoh sukses transisi energi hijau di kawasan ASEAN.