Trump Ancam Cabut Kewarganegaraan Mamdani & Musk

Trump Ancam Cabut Kewarganegaraan Mamdani & Musk, Apa Bisa?

Washington, DC – Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali membuat kontroversi. Kali ini, ia melontarkan ancaman ingin mencabut kewarganegaraan Zohran Mamdani, seorang politisi progresif berdarah Uganda yang kini aktif di New York, serta Elon Musk, miliarder pendiri Tesla yang lahir di Afrika Selatan. Pernyataan Trump ini memicu pertanyaan besar: apakah presiden benar-benar bisa mencabut kewarganegaraan seseorang begitu saja?

Ancaman Trump disampaikan dalam wawancara dan kampanye terbarunya. Ia menyebut Mamdani sebagai sosok yang “membahayakan keamanan nasional” karena dianggap tak mendukung kebijakan penegakan imigrasi. Sedangkan Elon Musk, meski dikenal sebagai salah satu pebisnis teknologi paling berpengaruh, dianggap Trump terlalu kritis terhadap kebijakan pemerintah dan “layak dipulangkan.”

Pernyataan tersebut langsung menuai respons keras dari berbagai pihak, terutama kalangan ahli hukum. Banyak yang menilai retorika Trump sangat berbahaya karena dapat membuka jalan bagi penyalahgunaan kekuasaan politik, khususnya terhadap warga negara hasil naturalisasi.

Hukum AS Tak Semudah Itu

Dalam sistem hukum Amerika Serikat, mencabut kewarganegaraan seseorang – dikenal sebagai denaturalisasi – bukanlah perkara sepele. Proses ini tidak bisa dilakukan sepihak oleh Presiden, melainkan harus melalui pengadilan federal.

“Tidak ada presiden yang bisa begitu saja mencabut kewarganegaraan warga Amerika, bahkan jika mereka naturalisasi,” tegas Prof. Linda Roberts, pakar hukum konstitusi dari Harvard Law School. “Proses denaturalisasi memerlukan pembuktian yang sangat ketat.”

Menurut undang-undang imigrasi AS, ada beberapa alasan seseorang bisa kehilangan kewarganegaraan, seperti:

  • Penipuan dalam proses naturalisasi, misalnya menyembunyikan catatan kriminal atau kebohongan data saat mengajukan kewarganegaraan.
  • Keterlibatan dalam kejahatan serius seperti terorisme, mata-mata, atau kejahatan perang.
  • Secara sukarela melepaskan kewarganegaraan, misalnya dengan mengucapkan sumpah setia pada negara lain.

Namun, retorika politik atau perbedaan pandangan bukan alasan sah untuk mencabut status kewarganegaraan seseorang.

Mahkamah Agung Sudah Pernah Memutuskan

Hukum Amerika memiliki beberapa preseden penting terkait kewarganegaraan. Salah satu yang paling dikenal adalah putusan Afroyim v. Rusk (1967). Dalam kasus ini, Mahkamah Agung AS menegaskan pemerintah tidak boleh mencabut kewarganegaraan warga Amerika tanpa persetujuan mereka.

Selain itu, dalam Trop v. Dulles (1958), Mahkamah Agung menyatakan bahwa pencabutan kewarganegaraan sebagai hukuman dianggap melanggar Amandemen ke-8 Konstitusi AS karena termasuk hukuman kejam dan tidak biasa.

Baca Juga : Iran Semprot Trump: Jika Ingin Kesepakatan, Hentikan Retorika Kasar Terhadap Khamenei

“Konstitusi sangat melindungi kewarganegaraan sebagai hak fundamental,” jelas Prof. Roberts. “Ancaman Trump tidak memiliki dasar hukum jika hanya didasarkan pada opini politik atau kebencian pribadi.”

Meski begitu, denaturalisasi memang bukan hal yang mustahil. Dalam beberapa tahun terakhir, Departemen Kehakiman AS (DOJ) meningkatkan penuntutan kasus denaturalisasi terhadap warga naturalisasi yang terbukti melakukan penipuan atau aktivitas terorisme.

Namun, prosesnya sangat panjang dan melalui sidang pengadilan. Pemerintah harus membuktikan dengan jelas bahwa warga negara yang bersangkutan memperoleh kewarganegaraan secara ilegal atau melanggar hukum berat.

Terhadap kasus Zohran Mamdani atau Elon Musk, para ahli hukum menyebut peluang denaturalisasi sangat kecil. Tidak ada indikasi bahwa keduanya melakukan penipuan saat memperoleh kewarganegaraan, atau terlibat dalam aktivitas kriminal serius yang mengancam keamanan nasional.

Banyak pengamat menilai retorika Trump lebih bersifat politik ketimbang benar-benar akan dijalankan. Namun ancaman seperti ini dianggap berbahaya karena menciptakan ketakutan di kalangan warga naturalisasi. Selain itu, retorika semacam ini bisa disalahgunakan di masa depan oleh pemerintah lain untuk membungkam kritik atau oposisi politik.

“Begitu presiden punya kebiasaan mengancam mencabut kewarganegaraan lawan politik, demokrasi kita sedang dalam masalah serius,” ujar Prof. Roberts.

Hingga kini, tidak ada langkah hukum resmi yang diajukan pemerintah untuk mencabut kewarganegaraan Zohran Mamdani atau Elon Musk. Namun isu ini menunjukkan betapa panasnya retorika politik Amerika menjelang pemilu mendatang, dan bagaimana isu kewarganegaraan bisa dijadikan senjata politik yang sangat berbahaya.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *