Pemenuhan Gizi Baduy menjadi fokus BGN di Lebak melalui skema Program Makan Bergizi Gratis kategori 3T. Inisiatif ini diarahkan untuk anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita di permukiman Suku Baduy. Koordinator lapangan BGN, Asep Royani, menegaskan pembenahan layanan gizi dilaksanakan bertahap dengan menghormati keputusan tokoh adat. Sejak awal, transparansi dan akuntabilitas publik ditekankan agar dukungan diterima tanpa resistensi, dan mekanisme komplain dibuka di tingkat desa.
Program bertumpu pada SPPG sebagai satuan pelayanan yang memetakan kebutuhan dan rute distribusi, menyusun daftar prioritas penerima dan jadwal kunjungan. Topografi perbukitan membuat akses logistik menantang sehingga desain layanan harus presisi, partisipatif, dan konsisten, terutama pada musim hujan. Dalam kerangka itu, Pemenuhan Gizi Baduy diprioritaskan pada titik rawan akses dengan jadwal teratur serta sosialisasi door to door oleh kader setempat, disertai pengawasan puskesmas. Pemantauan sederhana memastikan layanan lebih tepat waktu dan mutu terjaga, serta umpan balik warga dicatat untuk perbaikan rute berikutnya secara berkala.
Rancangan Layanan SPPG dan Distribusi di Wilayah Adat
BGN menyiapkan SPPG untuk memadukan pendataan, dapur gizi, dan jadwal pengantaran ke kampung-kampung Suku Baduy, dengan rute sesuai kapasitas tenaga dan kendaraan. Setiap pos memverifikasi penerima agar intervensi tepat sasaran dan menghormati aturan keluar-masuk wilayah adat, serta menghindari tumpang tindih bantuan; program Pemenuhan Gizi Baduy diatur secara jelas. Koordinasi dilakukan bersama puskesmas, posyandu, dan perangkat desa, dengan jadwal kunjungan tetap agar keluarga bersiap di rumah, mencegah antrean yang mengganggu aktivitas harian. Data sederhana—usia, jumlah anak, dan riwayat penyakit—dikumpulkan sukarela guna memetakan prioritas layanan, sementara tim menyesuaikan materi dengan bahasa sehari-hari agar pesan gizi lebih mudah dicerna.
Untuk keberlanjutan, Pemenuhan Gizi Baduy diintegrasikan dengan pangan lokal seperti umbi, sayuran liar yang mudah ditemukan di kebun, dan sumber protein terjangkau yang bergizi rendah biaya, sehingga rantai pasok tidak bergantung penuh pada bahan dari luar. Relawan dilatih agar porsi anak dan ibu memenuhi standar kalori serta mikronutrien, dan tenaga kesehatan menekankan kebersihan pengolahan serta variasi menu, termasuk pengolahan sederhana yang hemat waktu. Edukasi disisipkan dalam kelas ibu dan remaja putri, beriringan dengan paket pangan sehingga manfaat langsung dirasakan sekaligus dipahami alasannya, dengan contoh menu mingguan yang mudah dipraktikkan. Skema ini memperkuat jejaring ketahanan pangan lokal dan dirancang berkelanjutan untuk mendukung kemandirian keluarga setempat.
Baca juga : Penguatan Pasokan SPPG Didukung TNI AD dan BGN
Pendanaan ditempuh melalui sinergi pemerintah daerah, filantropi, dan dukungan perusahaan bertanggung jawab sosial, dengan skema pelaporan yang memudahkan audit publik, dilakukan bertahap dan terukur. Asep Royani menyebut indikator awal meliputi cakupan pos SPPG, ketepatan distribusi, serta perbaikan konsumsi pangan keluarga, yang dipantau bulanan. Penyaluran dimusyawarahkan, jadwal diumumkan melalui perangkat desa, dan laporan ringkas dipaparkan berkala kepada perwakilan komunitas Suku Baduy, agar pemangku kepentingan memahami progres dan hambatan. Pelatihan pencatatan sederhana membantu kader membaca tren seperti konsumsi protein hewani dan frekuensi sayuran mingguan, serta mengenali kasus risiko yang perlu rujukan sebagai dasar evaluasi Pemenuhan Gizi Baduy.
Dengan basis data yang rapi, Pemenuhan Gizi Baduy dibidik menurunkan risiko stunting dan defisiensi zat besi secara terukur, serta memperbaiki sarapan bergizi, praktik belanja, penyimpanan pangan, dan akses air bersih. Pelibatan generasi muda sebagai kader menjadi jembatan pengetahuan gizi, budaya, dan teknologi sederhana, termasuk pelatihan literasi digital untuk pencatatan, dengan evaluasi bersama tokoh adat untuk perbaikan berkelanjutan, sehingga penerimaan sosial terjaga. Jika tahapan 2026 tercapai, model dapat direplikasi ke komunitas 3T lain tanpa mengurangi kearifan lokal, dengan dukungan jejaring SPPG, dan kemitraan dengan puskesmas serta pemerintah desa, serta dukungan komunitas relawan setempat di setiap wilayah.


