Written by 1:20 pm HotgetNews Views: 2

Kasus Bilqis Suku Anak Seret Suku Anak Dalam

Kasus Bilqis Suku Anak Seret Suku Anak Dalam

Kasus Bilqis Suku Anak menjadi sorotan publik setelah Tumenggung Joni, pemimpin kelompok Suku Anak Dalam di Merangin, Jambi, menceritakan awal mula komunitasnya terseret dugaan penculikan balita tersebut. Ia mengaku, kelompoknya hanya berniat menolong setelah sepasang orang datang membawa Bilqis dan mengaku perlindungan anak itu berasal dari keluarga miskin yang tidak terurus. Dengan keterbatasan akses informasi dan literasi, komunitas adat tersebut percaya pada cerita pelaku dan menerima Bilqis untuk diasuh di tengah hutan. Sikap empati itu justru berbalik menjadi masalah besar ketika belakangan terungkap bahwa Bilqis adalah korban penculikan dari luar daerah.

Dalam penjelasannya, Tumenggung Joni menuturkan bahwa banyak anggota Suku Anak Dalam tidak bisa membaca, sehingga mereka menandatangani secarik surat pernyataan tanpa memahami isi sebenarnya. Di atas kertas, tertulis seolah-olah keluarga Bilqis merelakan anaknya diasuh oleh komunitas adat. Situasi ini memperlihatkan bagaimana posisi lemah Suku Anak Dalam dapat dimanfaatkan pihak luar yang berniat jahat. Kasus Bilqis Suku Anak pun membuka mata banyak pihak bahwa perlindungan anak tidak bisa dilepaskan dari perlindungan terhadap komunitas adat yang masih rentan terhadap tipu daya dan manipulasi.

Kronologi Bilqis Masuk ke Komunitas Suku Anak Dalam

Menurut pengakuan para pemimpin adat, sepasang pelaku datang ke kawasan hutan Merangin dan bertemu kelompok di bawah pimpinan Tumenggung Sikar dan Tumenggung Joni. Mereka membawa Bilqis dan menjelaskan bahwa balita tersebut membutuhkan tempat tinggal yang lebih layak. Dalam narasi yang disampaikan, keluarga Bilqis digambarkan miskin dan tidak sanggup merawat sang anak. Anggota Suku Anak Dalam yang terkenal menjunjung tinggi nilai kebersamaan merasa iba dan bersedia menampung. Di sinilah Kasus Bilqis Suku Anak mulai bergulir tanpa disadari, ketika niat menolong bertemu dengan skenario penipuan yang disusun pihak luar.

Selanjutnya, pasangan pelaku meminta komunitas adat mengumpulkan uang puluhan juta rupiah sebagai pengganti biaya perawatan Bilqis. Uang itu dikumpulkan dari hasil kerja keras anggota kelompok yang selama ini bertahan hidup dari hasil hutan dan pekerjaan serabutan. Belakangan, aparat kepolisian dan petugas dinas sosial masuk ke kawasan hutan dan memberi tahu bahwa Bilqis adalah korban penculikan dari Makassar. Tumenggung Joni kemudian membantu aparat menemui keluarga yang mengasuh Bilqis dan ikut menjadi mediator penyerahan kembali sang anak. Pada titik ini, Kasus Bilqis Suku Anak memperlihatkan betapa besarnya dampak penipuan terhadap komunitas yang minim akses pendidikan formal.

Baca juga : Sikap PBNU terhadap Gus Elham Disorot Rais Aam PBNU

Kasus ini tidak hanya menyentuh sisi emosional, tetapi juga menyoroti kerentanan komunitas adat di berbagai daerah. Di banyak tempat, kelompok seperti Suku Anak Dalam masih menghadapi keterbatasan literasi, informasi, dan akses layanan negara. Dalam konteks Kasus Bilqis Suku Anak, kondisi itu membuat mereka mudah percaya pada cerita yang dibawa orang luar, apalagi jika dikemas dengan alasan kemanusiaan. Padahal, keputusan menerima dan mengasuh anak tanpa prosedur resmi membuka ruang pelanggaran hukum yang serius, termasuk eksploitasi dan perdagangan orang. Hal inilah yang kini menjadi sorotan lembaga perlindungan anak dan pegiat hak asasi manusia.

Ke depan, kasus ini diharapkan menjadi pelajaran penting bagi semua pihak. Negara perlu memperkuat pendampingan terhadap komunitas adat, bukan hanya dalam hal pengakuan hak tanah dan budaya, tetapi juga literasi hukum dan perlindungan anak. Aparat penegak hukum dan dinas sosial perlu lebih aktif menjangkau kelompok rentan untuk mencegah kejadian serupa. Di sisi lain, publik diingatkan untuk lebih peka terhadap maraknya penculikan anak yang disebut sebagai fenomena gunung es. Kasus Bilqis Suku Anak menunjukkan bahwa kejahatan semacam ini bisa menyasar siapa saja, memanfaatkan simpati, dan menjebak mereka yang justru berniat menolong menjadi bagian dari rangkaian tindak pidana.

Close