Meninggalnya diplomat muda Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan, memicu perhatian publik. Arya ditemukan tak bernyawa di kamar indekosnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada 8 Juli 2025. Kejadian tersebut memicu spekulasi, termasuk dugaan adanya unsur pidana. Namun sejumlah ahli memberikan analisis kematian diplomat Kemlu dari sisi ilmiah dan hukum, dan sejauh ini tidak ditemukan tanda-tanda pembunuhan.
Kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, menilai kecil kemungkinan adanya tindak pidana dalam kasus ini. Berdasarkan kondisi tempat kejadian perkara, tidak ada jejak masuknya orang lain ke kamar korban. Pintu dan jendela dalam kondisi terkunci dari dalam, dan tidak ada kerusakan atau tanda kekerasan yang mencolok. Hal ini membuat dugaan pembunuhan perlahan mulai ditinggalkan.
Menurut Adrianus, elemen menarik dalam kasus ini adalah keberadaan lakban kuning yang membungkus kepala korban. Ia menjelaskan, berdasarkan analisis kematian diplomat Kemlu dari perspektif forensik, korban kemungkinan besar menutup wajahnya sendiri, entah karena gangguan psikologis atau alasan pribadi yang belum diketahui. Kemungkinan korban kehabisan oksigen akibat saluran napas tertutup menjadi salah satu penjelasan medis yang sedang ditelusuri.
Penilaian Psikolog Forensik dan Proses Penyelidikan
Psikolog forensik Reza Indragiri turut mengemukakan pendapat. Ia menyebut bahwa penyelidikan awal menunjukkan tidak ada unsur pidana yang kuat. Salah satu indikatornya adalah penggunaan istilah “penyelidikan” bukan “penyidikan” oleh kepolisian, menandakan bahwa kasus ini belum masuk ke tahap hukum pidana formal. Reza menekankan pentingnya menunggu hasil otopsi lengkap sebelum menyimpulkan penyebab pasti kematian.
Polisi sendiri telah melakukan berbagai langkah investigasi teknis, termasuk menelusuri CCTV sekitar lokasi indekos, memeriksa keberadaan saksi, serta mengumpulkan bukti dari lingkungan kamar. Barang-barang seperti obat, lakban, dan ponsel korban turut diteliti. Namun hingga kini, ponsel pribadi Arya masih belum ditemukan, yang mempersulit pengungkapan latar belakang sebelum kematian.
Pihak keluarga juga masih menunggu hasil otopsi resmi yang dilakukan di Rumah Sakit Polri. Mereka berharap agar publik tidak menyebarkan asumsi sebelum informasi dari otoritas keluar secara resmi. Sikap ini juga didukung oleh Kementerian Luar Negeri, yang menyatakan dukungan penuh terhadap proses hukum yang sedang berjalan dan menjamin bahwa segala proses akan transparan.
Baca juga : Kompolnas Telusuri CCTV Kasus Diplomat Kemlu Tewas
Meski beberapa pihak berspekulasi bahwa Arya menjadi korban dari konflik internal atau ancaman pekerjaan, sejauh ini tidak ada bukti mendukung hipotesis tersebut. Justru, pendekatan dari analisis kematian diplomat Kemlu lebih mengarah pada penyebab medis atau non-pidana.
Publik diimbau untuk menahan diri dan tidak menyebarkan informasi tanpa dasar. Kasus ini juga menjadi sorotan karena melibatkan figur publik dari lingkungan kementerian, sehingga penting bagi media dan masyarakat menjaga akurasi dan kehormatan keluarga korban selama penyelidikan berlangsung.