Temuan 19 individu macan tutul Jawa Karawang dari kamera jebak di Pegunungan Sanggabuana menempatkan Karawang dalam sorotan konservasi nasional. Tim ekspedisi TNI AD bersama peneliti kehutanan menyebut data ini sebagai bukti penting keberadaan predator puncak yang selama ini sulit dideteksi. Rekaman menampilkan pola jelajah, titik minum, hingga keberadaan anakan, pertanda reproduksi masih berlangsung. Pemerintah daerah dan otoritas konservasi menilai hasil tersebut dapat menjadi landasan penetapan perlindungan yang lebih kuat pada lanskap hutan penyangga.
Selain memvalidasi populasi, ekspedisi juga memetakan potensi konflik satwa-manusia di sekitar kebun, kampung, dan jalur wisata. Rekomendasi cepat meliputi patroli pencegahan perburuan, edukasi warga soal pelaporan temuan jejak, dan pengaturan ternak agar tidak memicu interaksi berbahaya. Dengan koordinasi yang rapi, temuan ini diharapkan menjadi tonggak baru bagi upaya menjaga keseimbangan ekosistem hutan Sanggabuana.
Metode pemantauan dan temuan lapangan
Tim memasang puluhan kamera jebak di koridor jelajah berdasarkan jejak, kotoran, dan data peta ketinggian. Titik pemasangan disebar pada punggungan, punggai sungai, serta jalur satwa yang menghubungkan petak hutan. Dari periode pemantauan beberapa pekan, camera trap menangkap ratusan aktivitas satwa, termasuk kijang, babi hutan, dan linsang yang menjadi mangsa utama predator. Di antara tangkapan terbaik adalah beberapa individu dewasa dengan pola roset berbeda, juga varian berwarna gelap yang sering disebut kumbang. Catatan waktu menunjukkan puncak aktivitas pada malam hingga dini hari.
Validasi identitas dilakukan melalui perbandingan pola bintik, jarak antar roset, dan ciri luka lama. Data ini disinkronkan dengan peta tutupan lahan untuk memprediksi jalur lintasan aman. Dalam sesi paparan, tim menekankan pentingnya menutup celah perburuan dan menata kembali akses ilegal ke hutan produksi. Keberhasilan merekam 19 individu memberi dasar ilmiah untuk merancang blok inti, zona penyangga, hingga koridor antar lembah. Dengan pijakan tersebut, perlindungan bagi macan tutul Jawa Karawang dapat diprioritaskan pada area yang paling sering dilalui satwa.
Baca juga : Urgensi Pembentukan Kodam Baru TNI AD
Langkah kebijakan yang diusulkan mencakup penetapan Sanggabuana sebagai kawasan konservasi berbasis bentang alam. Pemerintah daerah, balai konservasi, dan komunitas desa diminta menyatukan tata kelola agar perizinan lahan sejalan dengan perlindungan satwa. Program jangka pendek meliputi patroli terpadu, pemasangan papan himbauan, dan jalur pelaporan cepat saat warga menemukan jejak. Edukasi sekolah serta insentif ekonomi hijau bagi kelompok tani hutan akan memperkuat kepedulian warga menjaga habitat.
Agenda berikutnya adalah membangun konektivitas antar kantong hutan dengan menanam kembali jalur yang terfragmentasi. Upaya ini menurunkan risiko perkawinan sekerabat dan membuka ruang jelajah yang lebih sehat. Penelitian lanjutan akan menambah titik kamera untuk memantau dinamika populasi dan memastikan anakan bertahan hingga dewasa. Di sisi mitigasi konflik, kandang malam dan penggembalaan terpantau menjadi prioritas agar ternak tidak memancing pendekatan predator. Bila program dijalankan konsisten, keberadaan macan tutul Jawa Karawang bisa menjadi ikon konservasi Jawa Barat sekaligus penyangga pariwisata alam yang bertanggung jawab. Dengan data yang terus diperbarui, pendanaan konservasi dapat diarahkan tepat sasaran, dan keberlanjutan ekosistem Sanggabuana tetap terjaga demi generasi mendatang.