Bakar Rumah Ciganjur menjadi sorotan setelah seorang pemuda berinisial TB ditangkap polisi diduga menyiram bensin dan menyalakan api di rumah kontrakan mantan pacarnya di Jalan Pasir 3, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada Jumat sekitar pukul 03.00 WIB. Api cepat menjalar di bagian teras dan memicu kepanikan warga. Petugas pemadam bersama warga menahan kobaran agar tidak menyebar ke bangunan tetangga. Polisi melakukan olah tempat kejadian perkara pada pagi hari, mengamankan sisa jeriken, kain berbau bahan bakar, serta rekaman kamera pengawas lingkungan.
Menurut keterangan awal, pelaku datang sendirian setelah hubungan asmara keduanya berakhir. Penyidik memeriksa saksi, termasuk pemilik kontrakan dan tetangga yang melihat asap pada dini hari. Untuk memastikan motif, penyidik juga menelusuri riwayat komunikasi kedua pihak dan kemungkinan ancaman sebelumnya. Pada tahap ini, Bakar Rumah Ciganjur menjadi peringatan keras bahwa kekerasan akibat konflik relasi dapat meningkat dari ancaman verbal menjadi aksi berbahaya yang merusak harta benda dan mengganggu keselamatan warga.
Motif, Barang Bukti, dan Proses Hukum
Penyidikan awal menyebut motif cemburu dan kekecewaan sebagai pemicu utama. Polisi menyatakan alat bukti permulaan mencukupi: sisa bahan bakar, korek api, serta kesaksian warga yang melihat pelaku meninggalkan lokasi dengan tergesa. TB diamankan beberapa jam setelah kejadian dan menjalani pemeriksaan intensif. Dalam kasus seperti ini, pasal yang lazim digunakan adalah Pasal 187 KUHP tentang perbuatan pembakaran yang membahayakan orang lain, dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun. Penyelidik juga menimbang penerapan pasal lain jika ditemukan unsur perencanaan.
Pemeriksaan forensik kebakaran dilakukan untuk memetakan titik api dan memastikan jalur merambatnya asap. Hasilnya menjadi dasar menghitung kerugian materi dan risiko keselamatan penghuni. Polisi menyatakan akan menghadirkan ahli psikologi forensik bila diperlukan, terutama untuk menggali pola kontrol dan kekerasan dalam relasi. Dalam kerangka pemberitaan, Bakar Rumah Ciganjur menegaskan pentingnya dokumentasi awal: laporan warga, tangkapan CCTV, serta bukti digital percakapan yang dapat menguatkan konstruksi perkara di persidangan.
Baca juga : Pencarian Lembah Tengkorak Ayah dan Anak Hilang
Kebakaran di lingkungan pemukiman padat selalu meninggalkan trauma, khususnya bagi keluarga korban dan tetangga yang terancam merembetnya api. Pemerintah kota dan lembaga sosial diimbau memberikan dukungan psikologis serta bantuan darurat. Di sisi pencegahan, kepolisian mendorong korban kekerasan dalam pacaran untuk segera melapor, meminta perlindungan, dan menyimpan bukti komunikasi yang mengarah ke ancaman. Pengelola kontrakan disarankan memperkuat kamera pengawas dan prosedur tamu malam hari agar respons keamanan lebih cepat.
Komunitas RT/RW bisa membuka kanal aduan rahasia untuk mencegah konflik relasi berubah menjadi tindak pidana. Sekolah dan kampus di wilayah sekitar dapat memasukkan edukasi literasi emosi, teknik deeskalasi, dan jalur konsultasi ke dalam program orientasi. Di tingkat kebijakan, kolaborasi klinik hukum, layanan psikososial, dan kepolisian menjadi fondasi pemulihan. Dengan tata kelola yang konsisten, Bakar Rumah Ciganjur menjadi momentum mempertegas bahwa kekerasan berbasis relasi bukan perkara privat, melainkan isu keselamatan publik yang harus dicegah melalui penegakan hukum tegas, edukasi, serta dukungan bagi korban.