BEM UI Terbelah Soal Audiensi dengan DPR

BEM UI Terbelah Soal Audiensi dengan DPR

Audiensi BEM UI DPR memecah sikap internal organisasi mahasiswa Universitas Indonesia setelah rangkaian demonstrasi 25–31 Agustus di kompleks parlemen. Sebagian pengurus memilih menghadiri undangan di Senayan untuk menyampaikan tuntutan, dari investigasi independen atas dugaan kekerasan aparat hingga kejelasan pernyataan ‘makar’. Sebagian lain menolak karena menilai forum itu sekadar seremoni yang berpotensi dijadikan klaim bahwa wakil rakyat sudah menyerap aspirasi tanpa komitmen kebijakan.

Perpecahan ini muncul di tengah ketegangan pascademo dan perdebatan publik soal fasilitas dewan di saat tekanan ekonomi. Kubu yang hadir beralasan kanal formal perlu dimanfaatkan, sedangkan kubu penolak mengutamakan akuntabilitas nyata: pembuktian, tenggat tindak lanjut, dan keterbukaan data. Keduanya sepakat bahwa keselamatan peserta aksi dan kebebasan berekspresi harus dijamin, hanya berbeda jalan yang dipilih.
Di luar perdebatan, publik menunggu bukti kemajuan: apakah ada jadwal pemeriksaan, siapa pejabat penanggung jawab, dan bagaimana mahasiswa bisa memantau prosesnya. Transparansi serta dokumentasi resmi menjadi kunci agar polemik tidak berlarut, adil, dan akuntabel.

Mengapa Sikap Mahasiswa Berbeda

Pihak yang menolak audiensi menilai undangan datang mendadak dan tidak melalui mekanisme konsultasi internal yang memadai. Mereka khawatir representasi mahasiswa menjadi kabur, terutama bila hasil pertemuan tidak dipublikasikan lengkap. Selain itu, ada kekhawatiran forum hanya menjadi panggung pencitraan, tanpa catatan resmi mengenai siapa yang hadir, apa yang dibahas, dan kapan tindak lanjut terjadi.

Kelompok yang hadir berargumen sebaliknya: ruang formal harus dipakai untuk menekan kewajiban konstitusional parlemen. Menurut mereka, absensi justru memutus jalur advokasi. Di saat bersamaan, mereka meminta notulen terbuka dan tenggat penyelesaian kasus. Dalam kerangka itu, frasa kunci tetap sama—mendorong hasil nyata dari audiensi BEM UI DPR sekaligus menjaga konsolidasi kampus agar tidak retak berkepanjangan.

Sejumlah dosen dan alumni mendorong penyusunan pedoman representasi yang baku di tingkat kampus. Isinya mencakup prosedur menerima undangan, mekanisme mandat tertulis, tata cara mengumumkan agenda, hingga format pelaporan hasil pertemuan. Mekanisme ini diharapkan mencegah kesalahpahaman dan memperjelas siapa berbicara atas nama siapa. Di ranah eksternal, aliansi mahasiswa lintas kampus diminta melakukan koordinasi supaya pesan tidak saling tumpang tindih. Langkah-langkah tersebut memerlukan disiplin komunikasi serta kesediaan semua pihak untuk menempatkan substansi di atas ego organisasi. Konsistensi tata kelola seperti itu akan memudahkan publik menilai proses dan membantu menjaga fokus pada tujuan semula yang konsisten.

Tuntutan, Risiko, dan Langkah Lanjut

Poin yang didorong mahasiswa meliputi penyelidikan independen atas dugaan kekerasan saat aksi, klarifikasi tuduhan subversif, dan transparansi keuangan lembaga legislatif. Mereka juga menuntut akses informasi publik atas rekaman kamera, data penangkapan, serta jaminan tidak ada kriminalisasi terhadap peserta.

Untuk mencegah polarisasi, kalangan akademisi menyarankan tata kelola deliberasi yang jelas: mandat tertulis, daftar hadir, notulen, dan batas waktu evaluasi. Skema itu memungkinkan pengawalan pascapertemuan melalui kanal resmi dan kanal publik. Dengan disiplin bukti dan tenggat, audiensi BEM UI DPR diharapkan tidak berhenti pada simbol, melainkan menghasilkan komitmen terukur yang bisa diawasi bersama.

Baca juga : Surya Paloh Nonaktifkan DPR Sahroni dan Nafa Urbach

Ke depan, pengawalan isu disarankan berlangsung berlapis. Pertama, tim advokasi hukum menyiapkan pendampingan bagi korban kekerasan dan jalur komplain resmi. Kedua, kanal partisipasi publik dibuka untuk mengumpulkan kesaksian, foto, dan video yang dapat diverifikasi. Ketiga, pemantauan atas belanja parlemen dilakukan bersama lembaga antikorupsi dan think tank anggaran. Terakhir, publikasi capaian dibuat berkala—mingguan atau bulanan—agar masyarakat mengetahui progres, hambatan, dan keputusan terbaru.

Dengan cara ini, energi mahasiswa tidak habis pada perdebatan internal, melainkan menguat sebagai gerakan berbasis data dan target yang terukur, mendorong akuntabilitas institusi yang diajak berdialog serta menjamin keamanan peserta aksi di lapangan. Laporan ringkas dipublikasikan terbuka, disertai tautan dokumen dan nomor kontak pengaduan resmi untuk tindak lanjut..

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *