Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan bahwa seseorang tergolong miskin Indonesia apabila pengeluarannya di bawah Rp609.160 per bulan, yang jika dihitung per hari setara sekitar Rp20.305 per kapita. Data ini berasal dari penghitungan garis kemiskinan nasional pada Maret 2025, yang memperhitungkan kebutuhan dasar makanan dan non-makanan.
BPS menjelaskan bahwa angka tersebut adalah rata-rata pengeluaran minimum per individu untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar, bukan penghasilan, dan tidak serta-merta berarti jika seseorang membelanjakan lebih dari Rp20 ribu per hari maka ia sudah tidak miskin. Sebaliknya, garis kemiskinan merupakan batas minimal, bukan indikator kesejahteraan.
Dalam komposisi pengeluaran tersebut, sebanyak 74,58% dialokasikan untuk kebutuhan makanan seperti beras, telur, tempe, dan minyak goreng. Sementara sisanya, sekitar 25,42%, digunakan untuk kebutuhan non-makanan seperti perumahan, pendidikan, transportasi, dan kesehatan.
BPS juga menegaskan bahwa penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara nasional namun mempertimbangkan perbedaan kondisi wilayah. Oleh sebab itu, angka garis kemiskinan bisa berbeda di masing-masing provinsi, bahkan antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Misalnya, garis kemiskinan per kapita di DKI Jakarta lebih tinggi dibanding daerah lain karena standar harga dan kebutuhan hidup yang juga lebih mahal.
Klarifikasi atas kesimpulan keliru di media sosial
Belakangan ini, muncul banyak narasi yang menyatakan bahwa “orang dengan pengeluaran lebih dari Rp20 ribu per hari bukan termasuk miskin”, sebuah klaim yang menurut BPS keliru dan menyesatkan. Penetapan Rp20.305 per hari bukanlah batasan eksplisit, melainkan turunan dari penghitungan garis kemiskinan bulanan.
BPS juga mengklarifikasi bahwa mereka tidak menetapkan garis kemiskinan harian, tetapi hanya menyusun standar bulanan. Angka harian Rp20 ribu hanya digunakan untuk ilustrasi agar publik lebih mudah memahami.
Selain itu, penting juga dipahami bahwa pengeluaran di atas garis kemiskinan tidak otomatis menunjukkan seseorang berada dalam kategori sejahtera. BPS membagi masyarakat dalam berbagai kelompok: miskin (di bawah garis kemiskinan), rentan miskin (hingga 1,5 kali garis kemiskinan), hingga kelas menengah.
Dalam hal ini, mereka yang berada sedikit di atas garis kemiskinan masih sangat rentan mengalami kemiskinan kembali jika terjadi krisis ekonomi, pemutusan hubungan kerja, atau kejadian tak terduga lainnya. Oleh karena itu, pemerintah juga perlu memperhatikan kelompok rentan ini dalam kebijakan sosial dan bantuan ekonomi.
Baca juga : Padel, Olahraga Modern yang Tumbuh Cepat di Indonesia
Dengan penetapan garis kemiskinan terbaru ini, BPS mencatat bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2025 adalah 25,22 juta orang, menurun dari periode sebelumnya. Penurunan ini dianggap sebagai sinyal positif, namun tetap perlu dicermati apakah perbaikan tersebut bersifat berkelanjutan atau temporer.