Written by 2:26 am HotgetNews Views: 1

Bupati Lampung Tengah Goda Jurnalis Perempuan Di KPK

Bupati Lampung Tengah Goda Jurnalis Perempuan Di KPK

Bupati Lampung Tengah Goda jurnalis perempuan di Gedung Merah Putih KPK saat digiring ke mobil tahanan, memicu kecaman luas dari publik dan komunitas pers. Alih-alih menjawab pertanyaan soal dugaan suap dan gratifikasi proyek di daerahnya, Ardito Wijaya justru melempar pujian fisik yang dinilai merendahkan profesionalitas jurnalis. Momen tersebut terekam jelas dalam video liputan dan segera viral di media sosial, menambah daftar sorotan negatif terhadap kepala daerah yang baru saja diumumkan sebagai tersangka oleh KPK.

Gestur santai, senyum, dan candaan di hadapan kamera dianggap tidak mencerminkan sikap negarawan yang mempertanggungjawabkan dugaan penyalahgunaan wewenang. Organisasi jurnalis menilai komentar itu berada pada wilayah pelecehan verbal, karena mengalihkan fokus dari substansi kasus ke tubuh dan penampilan pekerja media. Di tengah tingginya kasus kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis di Indonesia, insiden ini menguatkan tuntutan agar lembaga penegak hukum menjamin ruang kerja yang aman dan bebas dari komentar seksis. Publik menilai momen itu sangat tidak etis.

Kronologi Penetapan Tersangka Dan Momen Viral

Kasus dugaan korupsi yang menjerat Ardito Wijaya bermula dari operasi tangkap tangan yang digelar KPK 9 dan 10 Desember 2025 terkait pengaturan proyek di Pemkab Lampung Tengah. Lembaga antirasuah kemudian mengumumkan penetapan lima tersangka, termasuk bupati, dalam konferensi pers resmi di Gedung Merah Putih, yang disiarkan langsung oleh sejumlah stasiun berita televisi. Dalam paparan awal, KPK menduga adanya praktik fee proyek antara 15 hingga 20 persen yang mengalir ke perusahaan keluarga dan lingkaran politik sang bupati. Sesaat setelah konferensi tersebut usai, rombongan penyidik membawa Ardito keluar menuju mobil tahanan untuk menjalani penahanan pertama.

Pada momen inilah Bupati Lampung Tengah Goda jurnalis yang berdiri di barisan depan dengan melontarkan komentar, “kamu cantik hari ini”, disertai senyum ke arah kamera. Kalimat singkat itu mengalihkan perhatian dari isi konferensi pers, yakni dugaan suap miliaran rupiah yang disebut digunakan antara lain untuk melunasi utang kampanye pilkada dan biaya politik. Video pendek berisi adegan tersebut dibagikan ulang oleh berbagai akun media, menjangkau jutaan pengguna dan membuat tindakan sang bupati menuai kritik tajam karena dianggap meremehkan proses hukum yang sedang berjalan. Beberapa pegiat antikorupsi menyebut sikap itu sebagai bentuk tidak menghormati korban korupsi dan memperlihatkan Bupati Lampung Tengah Goda jurnalis lebih mementingkan pencitraan pribadi daripada akuntabilitas.

Baca juga : OTT Bupati Lampung Tengah Seret Ardito Wijaya di KPK

Pengamat etika pemerintahan menilai, komentar spontan kepada jurnalis di tengah proses hukum bukan sekadar gurauan ringan, melainkan mencerminkan cara pandang pejabat terhadap kebebasan pers, terutama ketika berlangsung di lembaga penegak hukum. Ketika Bupati Lampung Tengah Goda jurnalis di koridor gedung lembaga antirasuah, ia memindahkan fokus dari kewajiban memberikan penjelasan kepada publik menuju relasi personal yang tidak relevan dengan tugas jurnalistik. Situasi ini berpotensi menekan jurnalis, terutama perempuan, karena harus tetap bekerja profesional sambil menanggung komentar soal penampilan fisik. Dalam konteks ruang publik yang masih sarat kekerasan berbasis gender, sikap demikian dinilai memperkuat budaya melecehkan pekerja media.

Organisasi jurnalis mendorong agar setiap institusi negara, termasuk KPK dan pemerintah daerah, menyusun pedoman perilaku yang jelas bagi pejabat saat berinteraksi dengan media. Pedoman tersebut perlu menegaskan bahwa godaan dan komentar bernuansa seksual tidak dapat ditoleransi, baik kini secara langsung maupun daring, sekalipun dibungkus canda atau disampaikan di sela-sela proses hukum. Kasus video Bupati Lampung Tengah Goda jurnalis dapat dijadikan momentum memperkuat pelatihan sensitif gender bagi pejabat dan aparat, serta mendorong mekanisme pengaduan yang mudah diakses ketika jurnalis mengalami pelecehan. Pada akhirnya, penegakan hukum terhadap dugaan korupsi harus berjalan beriringan dengan perlindungan terhadap kebebasan pers, karena keduanya saling menopang upaya mewujudkan pemerintahan yang transparan.

Close