DKI Dorong PIK Kelola Sampah Mandiri Demi Kurangi Beban Bantargebang

DKI Dorong PIK Kelola Sampah Mandiri Demi Kurangi Beban Bantargebang

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup meminta kawasan elite Pantai Indah Kapuk (PIK) untuk mengelola sampahnya secara mandiri. Kebijakan ini muncul karena volume sampah yang dihasilkan PIK dianggap signifikan, yakni mencapai sekitar 150 ton per hari, sedangkan kapasitas pengelolaan sampah DKI, terutama di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, semakin terbatas.

Kawasan PIK dikenal sebagai permukiman kelas menengah ke atas, dengan kompleks perumahan mewah, pusat bisnis, hingga destinasi wisata. Namun, di balik gemerlapnya, kawasan ini juga menyumbang limbah padat dalam jumlah besar. Hal ini memicu kekhawatiran Pemprov DKI, yang kini ingin agar PIK tidak terus-menerus bergantung pada layanan pengangkutan dan pengolahan sampah kota.

PIK Diminta Mandiri Kelola Sampah

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menyatakan bahwa pihaknya sudah meminta pengelola PIK untuk melakukan pengelolaan sampah secara mandiri. Pemerintah menganggap PIK sudah memiliki kapasitas ekonomi yang cukup untuk membangun sistem pengolahan sampah sendiri. Apalagi kawasan ini dihuni oleh lebih dari 300 ribu orang, yang setiap hari menghasilkan sampah dalam jumlah besar.

Saat ini, sampah PIK masih diangkut oleh armada DKI menuju TPST Bantargebang. Padahal, Bantargebang sudah lama didera persoalan kelebihan kapasitas. Berdasarkan catatan Dinas LH, sampah yang masuk ke Bantargebang mencapai sekitar 7.800 ton per hari, jauh melampaui kapasitas ideal.

Pemprov DKI menilai salah satu solusi adalah dengan memanfaatkan Refuse Derived Fuel (RDF) Rorotan, fasilitas baru yang dibangun untuk mengolah sampah menjadi bahan bakar alternatif. RDF Rorotan memiliki kapasitas pengolahan hingga 2.500 ton sampah per hari, dan direncanakan mulai beroperasi secara penuh pada September 2025. PIK diharapkan bisa menjadi kawasan pertama yang mengalirkan sampahnya ke RDF Rorotan, sehingga tidak lagi membebani Bantargebang.

Tantangan dan Peluang Pengelolaan Sampah Mandiri

Namun, rencana mandiri pengelolaan sampah di PIK tidak tanpa tantangan. Pihak pengelola kawasan mesti mempersiapkan:

  • Infrastruktur pemilahan dan penampungan sampah.
  • Sistem transportasi internal untuk mengangkut sampah ke RDF Rorotan.
  • Tenaga kerja terlatih yang mampu mengelola operasional pengolahan sampah.
  • Edukasi warga agar lebih aktif memilah sampah sejak dari rumah.

Selain itu, pembangunan fasilitas pengolahan sampah skala kawasan juga membutuhkan investasi yang tidak kecil. Banyak kalangan menilai, meskipun PIK secara ekonomi tergolong kawasan mampu, tidak semua pihak pengelola siap menanggung biaya investasi pengelolaan sampah modern.

Namun, jika berhasil, pengelolaan sampah mandiri bisa menjadi model percontohan bagi kawasan premium lainnya di Jakarta. Selain mengurangi beban Bantargebang, hal ini juga akan menciptakan citra kawasan yang lebih ramah lingkungan. Warga pun akan mendapatkan manfaat langsung berupa lingkungan yang lebih bersih dan kualitas udara yang lebih baik.

Menurut Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, RDF Rorotan merupakan peluang besar yang tidak boleh dilewatkan. Fasilitas ini akan membantu mengurangi jumlah sampah yang harus dibuang ke TPA, sekaligus menghasilkan energi alternatif dari sampah. Pemerintah pusat berharap, DKI bisa mendorong kawasan-kawasan mandiri seperti PIK untuk memanfaatkan RDF agar pengelolaan sampah lebih efisien dan berkelanjutan.

Dampak bagi Jakarta dan Masyarakat

Jika PIK mampu mengelola 150 ton sampahnya sendiri, beban Bantargebang akan berkurang cukup signifikan. Selama ini, sebagian besar sampah DKI diangkut ke Bantargebang, memicu masalah lingkungan, sosial, hingga kesehatan. Pengurangan volume sampah ke TPA menjadi salah satu target besar Pemprov DKI dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2023–2026.

Selain itu, pengelolaan sampah mandiri akan membuka peluang kerjasama antara pemerintah daerah dan pihak swasta. Skema kerja sama bisa berupa joint venture dalam pembangunan fasilitas pengolahan sampah, investasi teknologi daur ulang, hingga pemanfaatan produk RDF sebagai sumber energi untuk industri lokal.

Bagi masyarakat PIK, pengelolaan sampah mandiri juga bisa membawa manfaat langsung, seperti pengurangan bau tak sedap, berkurangnya risiko pencemaran lingkungan, serta meningkatkan nilai ekonomi kawasan. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, PIK akan menjadi kawasan percontohan yang dapat menarik perhatian investor di sektor green development.

Baca Juga : Komitmen Pramono: Tata Kota Harus Manusiawi, Bukan Menggusur Warga Kecil

Langkah DKI Jakarta mendorong PIK untuk mengelola sampahnya sendiri menjadi bagian dari upaya strategis mengurangi beban Bantargebang yang selama ini sudah sangat berat. Namun, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada keseriusan pengelola PIK dalam membangun sistem pengolahan sampah modern, memanfaatkan fasilitas seperti RDF Rorotan, serta melibatkan partisipasi warga.

Jika tantangan dapat diatasi, PIK bisa menjadi model kawasan urban modern yang mandiri dan berkelanjutan dalam pengelolaan sampah, sekaligus membantu DKI Jakarta mencapai target pengurangan sampah ke TPA. Kebijakan ini pun menjadi titik tolak penting untuk masa depan pengelolaan sampah perkotaan yang lebih ramah lingkungan.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *