Intimidasi Dokter RSUD Sekayu Berakhir Damai

Intimidasi Dokter RSUD Sekayu Berakhir Damai

Kasus intimidasi dokter RSUD Sekayu yang viral di media sosial akhirnya berujung damai setelah dilakukan mediasi oleh Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin (Muba). Peristiwa ini melibatkan dr. Syahpri Putra Wangsa, dokter spesialis penyakit dalam, yang mendapat tekanan dari keluarga pasien saat melakukan pemeriksaan di ruang perawatan.

Dalam video yang beredar, keluarga pasien memaksa sang dokter untuk melepas masker, sebuah tindakan yang bertentangan dengan protokol rumah sakit. Kejadian tersebut memicu reaksi keras publik dan perhatian luas dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), yang mengutuk keras intimidasi terhadap tenaga medis.

Setelah mediasi, keluarga pasien menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada dr. Syahpri dan pihak rumah sakit. Mereka mengakui tindakan emosional tersebut terjadi karena kesalahpahaman terkait prosedur pemeriksaan.

Kronologi Kejadian dan Reaksi Publik

Insiden intimidasi dokter RSUD Sekayu terjadi saat dr. Syahpri sedang memeriksa pasien dengan prosedur sesuai standar, termasuk anjuran pemeriksaan dahak untuk diagnosis TBC. Namun, keluarga pasien keberatan dan mendesak agar pemeriksaan dipercepat tanpa prosedur tersebut.

Video intimidasi itu kemudian tersebar luas di media sosial, memicu kecaman warganet dan tenaga medis di seluruh Indonesia. IDI, melalui Ketua Umum dr. Slamet Budiarto, menegaskan bahwa tenaga medis memiliki hak untuk bekerja sesuai standar operasional dan harus mendapat perlindungan dari intimidasi.

Pemerintah Kabupaten Muba, melalui Sekda Apriyadi, segera memfasilitasi pertemuan antara pihak keluarga pasien dan dr. Syahpri. Hasilnya, kedua belah pihak sepakat menyelesaikan masalah secara kekeluargaan, sementara laporan hukum tetap diproses untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang.

IDI menegaskan bahwa kasus intimidasi dokter RSUD Sekayu menjadi pelajaran penting tentang perlunya edukasi publik terkait prosedur medis. Menurut IDI, komunikasi yang jelas antara tenaga medis dan keluarga pasien dapat mencegah kesalahpahaman yang berujung pada konflik.

Baca juga : KPK Tetapkan Bupati Kolaka Timur Tersangka Korupsi RSUD

Selain itu, pakar pulmonologi seperti Prof. Tjandra Yoga Aditama menegaskan bahwa pemeriksaan dahak merupakan prosedur penting yang direkomendasikan WHO untuk mendiagnosis TBC. Proses ini dilakukan demi keselamatan pasien, bukan untuk memperlambat penanganan.

Polres Musi Banyuasin telah menerima laporan resmi dari dr. Syahpri dan akan memprosesnya sesuai hukum. Pemerintah daerah juga berencana memperketat pengawasan keamanan di rumah sakit agar tenaga medis dapat bekerja dengan aman, sementara keluarga pasien tetap dilibatkan dalam proses komunikasi medis secara terbuka.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *