Janji Program Pesantren disampaikan Chairul Tanjung seusai bersilaturahmi kepada KH Anwar Manshur di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Dalam pertemuan itu, CT menyatakan penyesalan atas tayangan yang memicu kegaduhan dan memastikan langkah korektif di internal. Selain permintaan maaf, ia menekankan pentingnya kerja sama jangka panjang dengan komunitas pesantren, mulai dari penguatan literasi media hingga penyediaan ruang siar yang memberi porsi adil pada kiprah santri, pendidikan karakter, dan pengabdian masyarakat.
Sebagai tindak lanjut, tim editorial diminta menyusun panduan liputan bertema keagamaan dan pendidikan yang lebih ketat. CT juga membuka ruang dialog berkala dengan perwakilan pesantren agar misrepresentasi tidak berulang. Pada saat yang sama, komitmen untuk memproduksi konten edukatif akan diaudit lewat indikator sederhana: akurasi narasi, keterlibatan narasumber kompeten, serta dampak sosial yang terukur. Di titik ini, Janji Program Pesantren diposisikan bukan sekadar penenang suasana, tetapi peta jalan perbaikan.
Kronologi Sowan, Sanksi Internal, dan Format Acara
Pertemuan di Kediri berlangsung hangat, diawali permohonan maaf dan penegasan komitmen perbaikan prosedur tayang. Pihak pesantren mendorong pembinaan redaksi, bukan hanya permintaan maaf. Menanggapi itu, manajemen mengumumkan peninjauan SOP pra-tayang dan penugasan editor verifikasi untuk konten sensitif. Janji Program Pesantren kemudian diterjemahkan ke rencana program bertema kehidupan santri: metode belajar kitab, wirausaha pesantren, dan kiprah alumni di masyarakat, agar publik melihat ekosistem pendidikan yang utuh, bukan potongan-potongan sensasi.
Di sisi pengawasan, sanksi diberikan kepada pihak yang lalai mengikuti standar penayangan. Evaluasi dilakukan berjenjang, termasuk pelatihan ulang jurnalisme etik dan literasi keagamaan bagi kru yang terlibat. Janji Program Pesantren turut dimonitor melalui panel penasehat independen yang beranggotakan ulama, pendidik, dan praktisi media. Panel ini menelaah naskah, memberi masukan pra produksi, dan menilai dampak pascatayang. Dengan model itu, program tak sekadar hadir di jam tayang, tetapi juga membangun kepercayaan publik melalui proses yang transparan.
Baca juga : Perdebatan Kasus Pesantren dan Pernyataan Menag
Resonansi publik dinilai dari keseimbangan konten: edukasi, inspirasi, dan keterlibatan komunitas. Liputan lapangan akan menyasar praktik baik—kelas kewirausahaan santri, program literasi digital, hingga pengabdian kesehatan—sehingga penonton mendapatkan gambaran bergizi tentang kontribusi pesantren. Untuk menjaga kualitas, Janji Program Pesantren diikat target kinerja: keberagaman narasumber, akurasi rujukan kitab, dan ketaatan pada Kode Etik Jurnalistik. Survei kepuasan dan focus group discussion juga dijadwalkan berkala sebagai rujukan perbaikan.
Ke depan, kolaborasi diperluas melalui lokakarya media untuk santri, magang produksi, dan kompetisi karya jurnalistik bertema pesantren. Dengan cara ini, ekosistem konten menjadi dua arah: media belajar dari pesantren, pesantren mengakses keterampilan produksi modern. Janji Program Pesantren berperan sebagai payung, sementara unit produksi mengeksekusi episode yang relevan dengan kalender pendidikan, bulan bakti sosial, atau momentum kelulusan. Bila konsisten, program ini berpotensi menjadi rujukan positif, sekaligus menutup celah kesalahpahaman antara ruang redaksi dan masyarakat pesantren.


