Written by 12:01 am HotgetNews Views: 1

Kasus Resbob Hina Sunda Menguak Jerat UU ITE Polda

Kasus Resbob Hina Sunda Menguak Jerat UU ITE Polda

Kasus Resbob Hina Sunda menjadi perhatian publik setelah Direktorat Reserse Siber Polda Jabar menangkap kreator konten bernama Resbob. Penangkapan menyusul siaran langsung di media sosial yang dinilai memuat ujaran kebencian terhadap suporter Viking serta penghinaan pada identitas kesukuan. Kepolisian menyatakan proses hukum berjalan setelah menerima laporan dari pihak yang merasa dirugikan.

Polisi menyebut terduga pelaku diamankan di wilayah Jawa Timur usai pelacakan lintas kota. Keterangan lain menyebut ia sempat berpindah tempat hingga kawasan Semarang sebelum dibawa untuk pemeriksaan. Perkara ini menyorot risiko konten bermuatan SARA yang cepat menyebar dan memicu reaksi keras di ruang digital. Aparat juga mengamankan beberapa perangkat digital.

Kasus Resbob Hina Sunda turut memunculkan debat tentang batas antara ekspresi, kritik, dan ujaran kebencian. Pengamat menilai format siaran langsung membuat ucapan spontan mudah terekam, dipotong, lalu viral tanpa konteks. Komunitas yang disinggung pun menuntut penegakan hukum agar ruang publik tetap aman dan tidak memelihara permusuhan berbasis identitas.

Kronologi Penangkapan dan Laporan yang Masuk

Kasus Resbob Hina Sunda bermula dari potongan siaran langsung yang beredar luas di berbagai platform pada akhir pekan. Dalam tayangan itu, Resbob disebut melontarkan kata-kata kasar yang merendahkan suporter Viking dan kemudian menyerang identitas kesukuan. Video yang dipotong-potong membuat pesan terdengar lebih tajam, sehingga memicu kecaman dari warganet, tokoh lokal, dan komunitas sepak bola serta ajakan melapor kolektif lewat media sosial oleh akun komunitas terverifikasi.

Setelah situasi memanas, perwakilan komunitas suporter menyatakan membawa perkara ini ke jalur hukum melalui kuasa hukum. Laporan disampaikan ke unit siber kepolisian dengan dasar dugaan ujaran kebencian bermuatan SARA, disertai tautan, rekaman layar, serta daftar akun yang menyebarkan ulang. Penyidik kemudian melakukan klarifikasi, mengumpulkan bukti digital, dan memetakan kronologi unggahan. Pihak pelapor menilai konten tersebut berpotensi memicu permusuhan dan memperlebar stigma terhadap kelompok tertentu.

Dalam keterangan resmi, polisi menjelaskan penangkapan dilakukan setelah proses pelacakan dan koordinasi antarwilayah selama beberapa hari. Terduga pelaku disebut berpindah-pindah lokasi, sehingga penjemputan berlangsung di luar Jawa Barat sebelum ia dibawa untuk pemeriksaan awal. Selain memeriksa pemilik akun, aparat menyatakan akan mendalami kemungkinan peran pihak lain yang ikut merekam, menyunting, atau mendorong penyebaran konten. Penyidik juga menyiapkan pemeriksaan saksi dan ahli untuk memperkuat konstruksi perkara di tahap berikutnya.

Dalam penanganan perkara ini, penyidik menyiapkan sangkaan pasal yang mengatur larangan penyebaran informasi elektronik yang menghasut kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA. Ancaman hukuman maksimal yang kerap disebut dalam pasal tersebut mencapai enam tahun penjara, disertai denda sesuai ketentuan. Polisi menegaskan pembuktian akan bertumpu pada rekam jejak digital, konteks siaran, serta dampak yang ditimbulkan. Penyidik juga membuka opsi pasal tambahan bila ada bukti baru di gelar perkara.

Baca juga : Kasus Video Lisa Mariana Pria Pemeran Jadi Tersangka

Kasus Resbob Hina Sunda juga memperlihatkan bagaimana klarifikasi dan permintaan maaf di media sosial tidak selalu mengakhiri proses pidana. Aparat menilai ada kepentingan publik untuk mencegah normalisasi ujaran kebencian, terutama ketika konten dibuat di ruang siaran yang ditonton banyak orang. Karena itu, pemeriksaan saksi, ahli bahasa, dan ahli pidana siber menjadi bagian penting untuk menilai unsur kesengajaan dan penyebaran. Pelapor meminta perkara diproses tuntas tanpa mediasi demi efek jera.

Bagi ekosistem kreator, Kasus Resbob Hina Sunda menjadi peringatan agar produksi konten mematuhi etika dan aturan platform, termasuk menghindari hinaan berbasis identitas. Pengamat menilai literasi digital perlu diperkuat, dari pemahaman batas humor hingga tanggung jawab terhadap audiens. Jika penegakan hukum berjalan konsisten, publik berharap ruang daring lebih sehat tanpa intimidasi, stereotip, dan provokasi yang mudah menyulut konflik. Langkah moderasi dan pelaporan internal tetap penting juga.

Close