Peristiwa Kebakaran Gedung Kemayoran yang menewaskan 22 orang di Jakarta Pusat menyita perhatian publik nasional. Api melalap gedung perkantoran tujuh lantai yang digunakan perusahaan teknologi drone, dengan asap pekat menjebak puluhan karyawan di lantai atas. Operasi pemadaman berlangsung berjam-jam hingga dini hari, sementara tim penyelamat berjuang mengevakuasi korban yang terjebak di dalam bangunan. Tragedi ini kembali membuka pertanyaan soal kelayakan fungsi gedung dan kesiapan jalur evakuasi di ibu kota.
Sehari setelah kejadian, Sekda DKI Pramono Anung mendatangi lokasi didampingi jajaran dinas terkait dan aparat penegak hukum. Ia menyampaikan duka cita kepada keluarga korban dan mengapresiasi kerja petugas damkar yang berhasil menyelamatkan belasan orang meski kondisi gedung sangat berisiko runtuh. Di hadapan wartawan, Pramono menegaskan bahwa pemerintah provinsi akan melakukan audit menyeluruh terhadap izin dan standar keselamatan bangunan sejenis. Ia menekankan bahwa tanggung jawab memastikan tragedi Kebakaran Gedung Kemayoran tidak terulang kembali berada pada semua pihak, mulai dari pemilik gedung hingga regulator.
Respons Cepat Pemprov DKI dan Aparat
Begitu laporan kebakaran diterima, puluhan unit mobil pemadam dikerahkan dari berbagai pos di Jakarta Pusat dan Jakarta Utara. Petugas berusaha menembus kepulan asap tebal untuk mencapai lantai tiga hingga enam, tempat sebagian besar karyawan terjebak. Koordinasi dilakukan bersama kepolisian, Basarnas, dan relawan untuk memastikan area sekitar steril dari kerumunan warga. Dalam situasi yang kacau, informasi sementara mengenai skala Kebakaran Gedung Kemayoran sempat simpang siur, namun posko darurat cepat dibentuk untuk memusatkan data korban dan kebutuhan evakuasi.
Petugas medis menyiapkan tenda darurat untuk menangani korban luka akibat sesak napas dan luka bakar ringan sebelum dirujuk ke rumah sakit rujukan. Jenazah korban meninggal kemudian dibawa ke rumah sakit khusus untuk proses identifikasi forensik dan pendampingan keluarga. Kepolisian bersama Puslabfor mengamankan lokasi, mengumpulkan sampel kabel, baterai, dan material yang diduga menjadi sumber percikan. Dalam rapat singkat di lokasi, Pramono meminta semua proses penyelidikan dilakukan transparan agar penyebab pasti Kebakaran Gedung Kemayoran dapat diketahui publik dan menjadi dasar penegakan hukum.
Baca juga : Komitmen Pramono: Tata Kota Harus Manusiawi, Bukan Menggusur Warga Kecil
Tragedi ini menyoroti pentingnya penerapan standar keselamatan gedung yang sering kali hanya menjadi persyaratan di atas kertas. Banyak bangunan perkantoran di Jakarta memakai sistem penyimpanan baterai, panel listrik, dan peralatan bertegangan tinggi, tetapi tidak semua dilengkapi alat pemadam awal yang memadai. Jalur keluar darurat kerap terhalang barang, sementara pelatihan evakuasi jarang dilakukan secara berkala bagi karyawan baru. Pemerintah daerah menilai, pengetatan pengawasan harus dimulai dari tahap perizinan hingga inspeksi rutin, dengan sanksi tegas bagi pengelola yang mengabaikan aspek keselamatan kerja.
Pemprov DKI berencana menerbitkan panduan teknis baru yang mewajibkan simulasi kebakaran minimal dua kali setahun di setiap gedung bertingkat. Pengelola diwajibkan memperbarui sistem alarm dan tanda jalur evakuasi, sekaligus memastikan pintu darurat dapat diakses kapan pun tanpa terhalang gembok atau tumpukan barang. Selain itu, kerja sama dengan asosiasi pemadam kebakaran dan pakar manajemen risiko akan diperkuat untuk menyusun standar yang mengikuti perkembangan teknologi, termasuk penyimpanan baterai berkapasitas besar. Dengan langkah-langkah tersebut, pemerintah berharap duka akibat Kebakaran Gedung Kemayoran menjadi titik balik reformasi keselamatan gedung di Jakarta dan kota-kota besar lainnya.


