Kebijakan 50 Siswa per Kelas Demul Perlu Dievaluasi DPR

Kebijakan 50 Siswa per Kelas Demul Perlu Dievaluasi DPR

Kebijakan Dedi Mulyadi, atau yang akrab disapa Demul, mengenai penempatan hingga 50 siswa dalam satu kelas di tingkat SMA dan SMK di Jawa Barat menuai perhatian publik. Meskipun kebijakan ini dinyatakan tidak melanggar aturan, berbagai pihak mendesak evaluasi menyeluruh, terutama terkait kualitas pembelajaran, sarana prasarana sekolah, serta kondisi psikologis siswa dan guru.

Wacana kelas berisi 50 siswa muncul sebagai salah satu solusi untuk mengurangi jumlah siswa putus sekolah. Namun, pengamat pendidikan dan beberapa anggota DPR mengingatkan bahwa penambahan jumlah siswa per kelas bisa berdampak pada efektivitas proses belajar mengajar. Situasi kelas yang terlalu padat dinilai berpotensi menurunkan kualitas interaksi antara guru dan murid serta memicu kelelahan pada tenaga pendidik.

Regulasi Memungkinkan, Tapi Fasilitas Jadi Sorotan

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hardian Irfani, menyatakan bahwa kebijakan Demul tersebut tidak menyalahi aturan, bahkan sesuai dengan ketentuan Permendikbud Nomor 47 Tahun 2023 yang memperbolehkan rombongan belajar maksimal 50 siswa. Meski demikian, ia menegaskan, penerapan kebijakan ini harus diimbangi dengan kesiapan sarana dan prasarana yang memadai.

Menurut Lalu, ruang kelas yang digunakan semestinya memiliki ukuran lebih besar dari standar biasa, dilengkapi ventilasi yang baik, kursi dan meja yang cukup, serta fasilitas penunjang pembelajaran seperti proyektor dan audio visual. Jika tidak, penambahan jumlah siswa justru bisa membuat proses belajar tidak kondusif.

Selain itu, Lalu juga mengingatkan agar pemerintah daerah melakukan pemetaan secara detail, sehingga kebijakan tersebut hanya diterapkan pada sekolah yang benar-benar memiliki sarana memadai. Evaluasi secara berkala dianggap penting untuk memastikan kebijakan ini tidak menurunkan mutu pendidikan.

Pengamat Pendidikan Khawatir Kualitas Belajar Menurun

Pengamat pendidikan menilai, penempatan hingga 50 siswa dalam satu kelas bukan solusi sederhana yang bisa diterapkan secara seragam. Menurut mereka, setiap sekolah memiliki kondisi berbeda, baik dari segi kapasitas ruangan, jumlah guru, maupun karakteristik siswa.

Dalam kelas berisi 50 siswa, guru berpotensi kesulitan mengontrol suasana belajar, terutama jika banyak siswa yang membutuhkan perhatian khusus. Interaksi antara guru dan siswa bisa berkurang drastis, sehingga menurunkan efektivitas penyampaian materi. Tidak sedikit pula yang khawatir kondisi kelas terlalu padat akan membuat siswa kurang nyaman dan cepat lelah, yang pada akhirnya berdampak pada hasil belajar.

Kekhawatiran lain adalah meningkatnya risiko masalah psikologis pada siswa akibat suasana belajar yang terlalu bising atau sempit. Selain itu, dengan jumlah siswa yang besar, sistem penilaian pun menjadi lebih sulit dijalankan secara mendalam karena guru harus membagi perhatian ke banyak anak.

Baca Juga : Sikap Fraksi DPR atas Surat Pemakzulan Gibran, Peta Politik Jelang Paripurna Menegang

Meski kebijakan ini didorong oleh niat baik untuk menekan angka putus sekolah, banyak pihak berpendapat bahwa penerapannya harus melalui kajian mendalam. Pemerintah Provinsi Jawa Barat diminta segera melakukan evaluasi, termasuk melakukan survei kepada guru, siswa, dan orang tua. Hasil evaluasi akan menjadi dasar penting untuk memutuskan apakah kebijakan tersebut layak dilanjutkan atau perlu direvisi.

Rapar paripurna DPR juga mendorong agar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melakukan pemantauan intensif. Jangan sampai niat baik meningkatkan akses pendidikan justru menimbulkan masalah baru berupa turunnya kualitas pembelajaran.

Hingga kini, kebijakan kelas dengan 50 siswa masih dalam sorotan. Masyarakat berharap keputusan yang diambil pemerintah benar-benar mempertimbangkan kondisi nyata di lapangan, agar kualitas pendidikan tetap terjaga meski dengan jumlah siswa yang lebih banyak dalam satu kelas.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *