Kerugian Negara ASDP ditegaskan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai kerugian nyata dalam perkara dugaan korupsi yang menjerat eks Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi. KPK menyatakan angka kerugian Rp1,25 triliun berasal dari hasil audit resmi dan keterangan ahli, bukan hitungan spekulatif seperti yang beredar di media sosial. Penegasan itu disampaikan untuk menjawab narasi bahwa kasus ini hanyalah “kriminalisasi bisnis” terhadap aksi korporasi perusahaan pelat merah yang bergerak di sektor penyeberangan.
Lembaga antirasuah menekankan bahwa Kerugian Negara ASDP muncul karena sejumlah keputusan investasi dan akuisisi dinilai menyimpang dari prinsip tata kelola BUMN. KPK menyebut dana perusahaan dialihkan ke skema bisnis yang tidak memberi manfaat sepadan bagi ASDP maupun negara. Dalam konteks itu, penanganan perkara ini dipandang penting sebagai peringatan bagi direksi BUMN lain agar lebih hati-hati menggunakan dana publik yang bersumber dari kekayaan negara yang dipisahkan. Kasus ini ikut diperdebatkan luas di ruang publik sehingga KPK perlu menjelaskan perhitungannya berulang.
Detail Kerugian dan Aksi Korporasi ASDP
KPK menjelaskan bahwa perhitungan Kerugian Negara ASDP berkaitan erat dengan sejumlah aksi korporasi yang dilakukan manajemen perusahaan pada periode tertentu. Penyidik menilai keputusan akuisisi dan investasi yang ditempuh jajaran direksi tidak didukung kajian kelayakan memadai, baik dari sisi bisnis maupun kepatuhan regulasi BUMN. Sejumlah aset dan penyertaan modal dinilai tidak memberikan imbal hasil yang sebanding dengan dana yang dikeluarkan perusahaan. Nilai kerugian Rp1,25 triliun itu dihitung dari selisih antara kondisi keuangan yang seharusnya dapat dicapai dan posisi aktual setelah aksi korporasi dilaksanakan, sebagaimana dijelaskan auditor dan saksi ahli di hadapan KPK.
KPK menyebut proses penetapan tersangka dilakukan setelah serangkaian gelar perkara dan koordinasi dengan lembaga pemeriksa keuangan dan otoritas teknis lain. Dalam proses itu, tim penyidik menelaah kontrak, laporan keuangan, serta korespondensi internal yang menggambarkan pengambilan keputusan di tingkat direksi. Penelusuran juga dilakukan terhadap pihak swasta yang diduga menikmati manfaat dari penyimpangan kebijakan investasi. Lembaga antirasuah menegaskan bahwa penanganan kasus ini bukan kriminalisasi terhadap dunia usaha, melainkan langkah korektif ketika keputusan bisnis mengabaikan prinsip kehati-hatian dan mengakibatkan Kerugian Negara ASDP dalam skala besar.
Dalam keterangan resminya, KPK mendorong manajemen BUMN lain menjadikan kasus ASDP sebagai pelajaran untuk memperkuat tata kelola risiko. Pengawasan internal diarahkan lebih ketat sebelum aksi korporasi dijalankan.
Baca juga : Pengembalian Dana Kasus Haji, KPK Terima Uang Khalid
Di tengah proses penyidikan, muncul narasi di media sosial yang menyebut kasus ASDP sebagai kriminalisasi terhadap keputusan bisnis normal. Sejumlah akun menggambarkan direksi sebagai korban tekanan politik dan menilai Kerugian Negara ASDP hanya angka di atas kertas. KPK membantah keras pandangan tersebut dan menegaskan bahwa setiap keputusan investasi BUMN tetap harus tunduk pada aturan hukum, apalagi ketika menggunakan dana yang berasal dari kekayaan negara. Lembaga antirasuah mengingatkan bahwa korupsi tidak selalu berbentuk suap tunai, tetapi juga bisa muncul dalam kebijakan investasi yang sengaja dibuat merugikan perusahaan dan negara.
Sejumlah pegiat antikorupsi mendukung sikap KPK dan meminta publik berhati-hati menyerap informasi dari kanal pribadi yang belum teruji kebenarannya. Mereka menilai penegasan mengenai Kerugian Negara ASDP penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi di BUMN. Di sisi lain, KPK juga diingatkan untuk terus membuka ruang klarifikasi agar hak-hak tersangka tetap dihormati sesuai prinsip peradilan yang adil. Dengan keseimbangan itu, proses hukum diharapkan bisa menghasilkan putusan yang objektif, memberikan efek jera, dan menjadi rujukan bagi pengelolaan risiko investasi di perusahaan milik negara lain pada masa mendatang.
Pengamat menilai, bila pembuktian di pengadilan berjalan transparan, putusan perkara ini dapat menjadi momentum memperkuat tata kelola dan budaya antikorupsi di seluruh lingkungan BUMN nasional.


