Kasus megakorupsi sektor energi kembali menggemparkan publik. Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengumumkan penetapan sembilan tersangka baru dalam perkara dugaan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di lingkungan PT Pertamina. Salah satu nama paling disorot adalah pengusaha kondang Mohammad Riza Chalid, yang sebelumnya dikenal sebagai figur berpengaruh dalam bisnis minyak nasional.
Total kerugian negara akibat perkara ini mencapai Rp285 triliun, melonjak drastis dibandingkan estimasi awal sebesar Rp193,7 triliun. Angka ini menempatkan kasus korupsi BBM tersebut sebagai salah satu skandal korupsi terbesar yang pernah terjadi di Indonesia.
Riza Chalid disebut berperan penting melalui kepemilikannya di perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam skema bisnis ilegal, termasuk PT Navigator Khatulistiwa dan PT Orbit Terminal Merak. Hingga kini, keberadaan Riza Chalid masih menjadi misteri, karena ia dilaporkan berada di Singapura dan sudah beberapa kali mangkir dari panggilan penyidik.
Modus Korupsi dan Lonjakan Kerugian Negara
Dalam pengusutan yang dilakukan Kejaksaan Agung, terungkap adanya dugaan intervensi kebijakan dalam kerja sama penyewaan Terminal BBM Merak. Padahal, pada periode kontrak tersebut, PT Pertamina dinilai belum memerlukan tambahan kapasitas penyimpanan. Namun sejumlah pejabat Pertamina diduga tetap meloloskan kerja sama dengan nilai kontrak yang sangat tinggi.
Selain itu, penyidik menemukan indikasi penghilangan skema kepemilikan aset dan mark-up harga kontrak yang signifikan. Inilah yang kemudian memperbesar kerugian negara hingga menembus Rp285 triliun. Kejaksaan Agung memastikan akan mendalami lebih lanjut bagaimana pola bisnis BBM ilegal tersebut berjalan, termasuk keterlibatan pihak-pihak lain yang mungkin belum terungkap.
Riza Chalid, sebagai pemilik beneficial PT Orbit Terminal Merak, dinilai memiliki posisi strategis dalam mengatur jalannya kontrak bisnis yang merugikan negara. Nama Riza Chalid memang bukan kali pertama terseret dalam pusaran kasus migas. Beberapa tahun lalu, ia juga sempat mencuat dalam kasus ‘Papa Minta Saham’, meski tidak pernah dijatuhi hukuman.
Deretan Pejabat Pertamina Jadi Tersangka
Selain Riza Chalid, Kejaksaan Agung juga menjerat sejumlah pejabat tinggi Pertamina baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak lagi menjabat. Dalam daftar 18 tersangka, tercatat beberapa nama penting, di antaranya Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, hingga Yoki Firnandi, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping. Anak Riza Chalid, yakni Muhammad Kerry Andrianto Riza, juga turut ditetapkan sebagai tersangka.
Para tersangka diduga bersama-sama menyetujui kebijakan yang akhirnya memfasilitasi skema bisnis ilegal tersebut. Proses hukum dipastikan akan terus berlanjut, bahkan Kejaksaan Agung telah bekerja sama dengan otoritas Singapura untuk memulangkan Riza Chalid ke Indonesia.
Publik kini menanti langkah tegas penegak hukum dalam mengusut tuntas skandal yang disebut merugikan keuangan negara hingga ratusan triliun rupiah ini. Kasus ini kembali menjadi pengingat bahwa sektor energi, meski strategis, tetap rawan menjadi ladang korupsi apabila pengawasan tidak dijalankan secara ketat.
Baca Juga : KPK Usul Rp1,34 T, PPATK Rp1,19 T untuk Perkuat Anti Korupsi
Kejaksaan Agung menegaskan akan terus mendalami keterlibatan pihak lain yang mungkin masih tersembunyi di balik skema besar ini. Tim penyidik masih menelusuri aliran dana yang diduga dinikmati para tersangka, serta upaya pencucian uang yang mungkin terjadi.
Di sisi lain, masyarakat berharap kasus ini tidak berhenti hanya pada penetapan tersangka, melainkan benar-benar menghasilkan pemulihan kerugian negara dan efek jera bagi pelaku korupsi. Dengan nilai kerugian yang mencapai Rp285 triliun, kasus korupsi BBM ini berpotensi menjadi salah satu sejarah kelam dunia migas nasional, sekaligus ujian besar bagi integritas penegakan hukum di Indonesia.