Larangan Rangkap Komisaris menjadi pokok perubahan di sektor BUMN setelah regulasi baru disahkan. Aturan ini menegaskan pejabat eksekutif tidak lagi boleh merangkap posisi komisaris, direksi, atau dewan pengawas di perusahaan milik negara. Tujuannya jelas: menjaga garis demarkasi antara pembuat kebijakan dan pengelola bisnis, serta menghadirkan tata kelola yang bebas benturan kepentingan. Dengan pemisahan peran yang tegas, keputusan strategis diharapkan berpijak pada kepentingan perusahaan dan layanan publik, bukan pada preferensi jabatan.
Pemerintah menyiapkan masa transisi agar penataan berlangsung tertib. Opsi penggantian personel, penyesuaian kontrak, dan penguatan fungsi pengawasan dipetakan sejak awal. Larangan Rangkap Komisaris juga mendorong peningkatan transparansi: laporan kinerja, remunerasi, dan indikator pengawasan diharapkan lebih mudah diaudit. Dampaknya, investor dan pemangku kepentingan memiliki kejelasan akuntabilitas, sementara manajemen BUMN memperoleh ruang kerja yang lebih profesional.
Ruang Lingkup Aturan dan Dampak Tata Kelola
Regulasi baru menutup kemungkinan pejabat setingkat menteri dan wakil menteri duduk di kursi komisaris atau direksi BUMN. Penataan ini disertai penguatan lembaga pengatur yang mengoordinasikan kebijakan, pengawasan, serta evaluasi kinerja korporasi negara. Dalam praktik, kementerian fokus pada perumusan kebijakan makro dan target layanan publik, sementara persero dan perum konsentrasi pada eksekusi bisnis sesuai mandat. Larangan Rangkap Komisaris menjadi acuan agar setiap keputusan korporasi terhindar dari konflik peran.
Pada fase awal, perusahaan perlu memutakhirkan pedoman tata kelola, termasuk matriks independensi dewan, kode etik benturan kepentingan, dan prosedur pengungkapan afiliasi. Proses nominasi komisaris independen dipercepat, dan komite audit diperkuat untuk menjamin integritas pelaporan. Pemerintah menyiapkan mekanisme evaluasi berkala terhadap kepatuhan, sekaligus memastikan peralihan tidak mengganggu proyek strategis. Dengan landasan ini, BUMN dapat menjaga keseimbangan antara tugas layanan publik dan target profitabilitas yang sehat.
Baca juga : Penunjukan Hasan Nasbi Masuk Dewan Komisaris Pertamina
Penataan struktur dewan membuka ruang rekrutmen profesional yang lebih luas, terutama pada bidang keuangan, risiko, teknologi, dan keberlanjutan. Komite remunerasi meninjau ulang skema insentif agar sejalan dengan kinerja jangka panjang, bukan sekadar target tahunan. Di pasar, sinyal independensi memperbaiki persepsi tata kelola sehingga biaya modal berpotensi menurun. Untuk mengunci manfaat, perusahaan menerapkan indikator lintas fungsi seperti kepatuhan proyek, tingkat serapan anggaran, dan ketepatan pengadaan.
Peta jalan transisi meliputi inventarisasi rangkap jabatan, penetapan tenggat penggantian, serta publikasi progres kepatuhan. Larangan Rangkap Komisaris menjadi tolok ukur utama dashboard kepatuhan yang dipantau manajemen dan pemegang saham. Setelah struktur bersih dari rangkap, fokus bergeser ke peningkatan kualitas rapat dewan, penguatan manajemen risiko, dan digitalisasi pelaporan agar jejak keputusan mudah ditelusuri. Dengan disiplin prosedur dan komunikasi yang konsisten, BUMN diharapkan kian transparan, lincah, dan akuntabel, sekaligus mampu memenuhi mandat pembangunan nasional.