Lonjakan Gagal Ginjal Usia Muda, Gaya Hidup Modern Disalahkan

Lonjakan Gagal Ginjal Usia Muda, Gaya Hidup Modern Disalahkan

Jakarta — Fenomena meningkatnya kasus gagal ginjal di usia muda menjadi sorotan serius kalangan medis dan masyarakat. Data terbaru menunjukkan semakin banyak pasien berusia 20 hingga 40 tahun yang harus menjalani hemodialisis atau cuci darah, padahal beberapa dekade lalu, penyakit ini lebih banyak dialami orang lanjut usia.

Sejumlah ahli kesehatan menduga perubahan pola hidup masyarakat urban menjadi salah satu biang kerok utama. Gaya hidup serba cepat, pola makan tinggi garam dan gula, serta kebiasaan kurang bergerak dianggap mempercepat kerusakan organ vital seperti ginjal.

“Dulu gagal ginjal kronik lebih sering muncul di usia 50 tahun ke atas. Sekarang, pasien kami banyak yang masih muda, bahkan ada yang belum 30,” ungkap dr. Rini Astari, SpPD-KGH, dokter spesialis penyakit dalam konsultan ginjal di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta, saat ditemui detikHealth.

Gaya Hidup Modern Membawa Ancaman

Menurut dr. Rini, banyak orang muda yang tidak sadar telah menjalani pola hidup berisiko tinggi. “Hampir setiap hari kita lihat orang minum kopi manis, bubble tea, junk food, makanan cepat saji. Padahal kadar garam dan gulanya tinggi sekali,” jelasnya.

Asupan garam berlebih memicu tekanan darah tinggi. Tekanan darah yang terus-menerus tinggi lama-kelamaan akan merusak pembuluh darah kecil di ginjal, membuat organ ini tidak bisa menyaring darah dengan optimal. Sementara konsumsi gula tinggi berpotensi memicu diabetes tipe 2, yang juga menjadi penyebab nomor satu gagal ginjal kronik.

“Diabetes yang tak terkontrol akan merusak pembuluh darah di ginjal. Akibatnya, proses penyaringan limbah tubuh terganggu, dan akhirnya fungsi ginjal turun drastis,” papar dr. Rini.

Tak hanya pola makan, kebiasaan kurang minum air putih juga turut berperan. Banyak anak muda lebih memilih kopi, teh manis, atau minuman energi ketimbang air putih. Padahal ginjal memerlukan cairan cukup untuk bekerja optimal. Dehidrasi kronis dapat memicu kerusakan jaringan ginjal secara perlahan.

Selain itu, penggunaan obat pereda nyeri secara sembarangan juga menjadi masalah tersendiri. Obat-obatan jenis NSAID seperti ibuprofen, jika dikonsumsi rutin tanpa pengawasan dokter, bisa merusak fungsi ginjal.

Baca Juga : Prabowo Hubungi Trump, Absen dari Forum G7 2025: Diplomasi Indonesia Diuji

Gejala Kerap Tak Disadari, Cuci Darah Makin Menghantui

Yang membuat gagal ginjal makin berbahaya adalah fakta bahwa kerusakannya sering tak menunjukkan gejala di awal. Banyak pasien datang ke dokter ketika kerusakan ginjal sudah berat.

“Banyak pasien merasa sehat-sehat saja. Tahu-tahu kreatinin tinggi, ginjal tinggal bekerja di bawah 20 persen,” ujar dr. Rini. Beberapa gejala awal yang patut diwaspadai sebenarnya sederhana, seperti bengkak di kaki atau wajah, kelelahan, mual, nafsu makan menurun, hingga perubahan frekuensi buang air kecil.

Ketika fungsi ginjal tinggal 10 hingga 15 persen, pasien biasanya harus menjalani dialisis atau cuci darah. Prosedur ini bukan hanya memakan waktu dan biaya besar, tetapi juga sangat memengaruhi kualitas hidup.

Data nasional menunjukkan jumlah pasien dialisis di Indonesia meningkat setiap tahun. Yang mengkhawatirkan, kini pasien muda semakin mendominasi. Banyak di antara mereka masih aktif bekerja, menanggung keluarga, atau bahkan baru memulai karier. Bagi banyak orang, cuci darah bukan sekadar prosedur medis, tetapi pukulan mental dan finansial yang tidak kecil.

“Sekali cuci darah bisa 2-3 kali seminggu, tiap sesi 4 jam. Itu menguras waktu, tenaga, dan biaya,” kata dr. Rini.

Mencegah Lebih Baik Daripada Mengobati

Para ahli menegaskan, gagal ginjal di usia muda sebenarnya dapat dicegah. Kuncinya ada pada pola hidup sehat sejak dini. Mengurangi garam dan gula, banyak minum air putih, menjaga berat badan ideal, rutin olahraga, dan memeriksakan tekanan darah serta gula darah secara berkala adalah langkah sederhana yang terbukti ampuh menurunkan risiko kerusakan ginjal.

“Sayangnya, banyak orang merasa terlalu muda untuk sakit. Padahal kerusakan ginjal terjadi perlahan dan diam-diam,” tegas dr. Rini.

Kasus gagal ginjal yang semakin banyak di usia muda menjadi pengingat keras bahwa kesehatan ginjal tak boleh dianggap sepele. Apalagi, ginjal bukan hanya berfungsi menyaring limbah tubuh, tetapi juga mengatur tekanan darah, menjaga keseimbangan cairan, hingga memproduksi hormon penting bagi kesehatan tulang dan darah.

Dengan angka kejadian yang terus menanjak, pemerintah dan lembaga kesehatan diharapkan semakin gencar mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan ginjal. Karena sekali ginjal rusak, jalan pulih sepenuhnya nyaris mustahil, dan yang tersisa hanyalah pilihan hidup berdampingan dengan mesin cuci darah seumur hidup.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *