Audiensi mahasiswa DPR memanas di Kompleks Parlemen Senayan, ketika perwakilan kampus meminta Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad segera menelpon Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo guna membebaskan peserta aksi yang masih ditahan. Desakan itu disampaikan dalam forum yang terbuka bagi media, menandai babak baru advokasi pascademo 25–31 Agustus. Pimpinan rapat menyampaikan permohonan maaf atas kekurangan penyerapan aspirasi dan berjanji menindaklanjuti, tetapi belum membeberkan jadwal atau mekanisme konkret.
Di luar ruang rapat, jaringan bantuan hukum memastikan pendampingan bagi mahasiswa yang diamankan. Organisasi kampus mengingatkan pentingnya transparansi data penahanan dan penghentian kekerasan terhadap jurnalis serta relawan medis. Publik menantikan kejelasan daftar nama, lokasi, serta status hukum yang dapat diverifikasi berkala agar polemik tidak berlarut.
Tuntutan Utama dan Respons Parlemen
Dalam forum, perwakilan menyodorkan tiga tuntutan: pembebasan pedemo yang tidak terbukti melakukan tindak pidana, verifikasi independen atas dugaan kekerasan saat aksi, serta publikasi data penahanan yang akurat dan mudah diakses. Mereka menegaskan, panggilan telepon kepada Kapolri diperlukan sebagai sinyal keseriusan dan komitmen cepat dari pimpinan dewan. Pimpinan DPR menyatakan ruang dialog tetap terbuka dan akan menindaklanjuti aspirasi melalui koordinasi lintas lembaga, namun belum merinci tenggat. Sejumlah anggota mendorong pembentukan tim kecil untuk mengompilasi data, menghubungkan lembaga bantuan hukum, serta menyiapkan jalur komunikasi publik.
Di sisi gerakan, koalisi mahasiswa menyiapkan dokumentasi lapangan—rekaman video, daftar kontak keluarga, dan kronologi—untuk diserahkan kepada panitia kerja parlemen. Langkah ini diharapkan mempercepat verifikasi kasus, mencegah simpang siur, dan memastikan hak atas pendampingan hukum berjalan. Dorongan akuntabilitas tersebut menjadi tolok ukur keberhasilan forum yang diawali oleh audiensi mahasiswa DPR itu.
Baca juga : Dedi Prasetyo Jadi Wakapolri Resmi Dilantik Kapolri
Pengamat menyarankan tiga langkah segera: pertama, publikasi fact sheet hasil pertemuan berisi poin bahasan, daftar kontak, dan jadwal evaluasi; kedua, kanal pelaporan terpadu agar keluarga dan pendamping hukum bisa mengirim pembaruan kasus; ketiga, konferensi pers berkala dari DPR–Polri untuk menyamakan data dan meredam kabar palsu. Transparansi proses akan menjaga kepercayaan publik sekaligus mendorong penyelesaian cepat tanpa mengabaikan prosedur hukum.
Di tingkat daerah, kepala wilayah diminta memastikan rantai komando berjalan, terutama terkait akses komunikasi keluarga, kesehatan tahanan, dan pengembalian barang bukti pribadi. Laporan mingguan yang memuat jumlah penahanan, perubahan status, serta tindakan disipliner bila ada pelanggaran, akan menjadi indikator apakah komitmen forum benar-benar diterapkan. Dengan pijakan data, advokasi dapat bergeser dari simbolik ke hasil nyata—mewujudkan tujuan awal audiensi mahasiswa DPR: perlindungan hak sipil, penghentian kekerasan, dan pembebasan peserta aksi yang tak terbukti bersalah.