Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikdasmen) kembali mengajukan langkah besar demi mewujudkan pendidikan nasional yang inklusif dan berkualitas. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Abdul Mu’ti, mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp 71,11 triliun untuk mendukung penuh implementasi program Wajib Belajar 13 Tahun, termasuk penguatan pendidikan vokasi. Usulan ini menjadi sorotan di tengah kondisi APBN yang mengalami pengetatan di beberapa sektor.
Prof. Abdul Mu’ti menegaskan, penambahan dana ini sangat penting untuk menjembatani kesenjangan akses pendidikan di berbagai daerah. Salah satu fokus utama adalah memperkuat pendidikan anak usia dini (PAUD), yang kini resmi dimasukkan ke dalam kerangka Wajib Belajar 13 Tahun. Artinya, masa wajib belajar tidak hanya meliputi jenjang SD hingga SMA/SMK, tetapi juga mencakup satu tahun prasekolah atau PAUD sebagai fondasi pendidikan dasar. Pemerintah memandang bahwa PAUD adalah titik awal penting dalam membangun karakter, keterampilan literasi, numerasi, hingga kesiapan sosial emosional anak sebelum masuk ke pendidikan dasar formal.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan masih banyak daerah, terutama di pelosok dan kawasan tertinggal, yang belum memiliki fasilitas PAUD memadai. Infrastruktur terbatas, kurangnya tenaga pendidik berkualitas, serta minimnya sarana dan prasarana menjadi kendala signifikan. Inilah yang membuat Kemendikdasmen menilai perlu adanya suntikan dana tambahan untuk mempercepat pemerataan akses dan kualitas PAUD di seluruh Indonesia. Dalam pernyataannya, Mendikdasmen mengungkapkan bahwa investasi pada pendidikan usia dini akan berpengaruh besar terhadap kualitas SDM jangka panjang, mengingat banyak penelitian menunjukkan korelasi positif antara pengalaman PAUD dengan keberhasilan akademik di masa depan.
Anggaran Vokasi Ikut Jadi Perhatian
Selain PAUD, sektor pendidikan vokasi juga menjadi prioritas dalam usulan tambahan anggaran ini. Data Kemendikdasmen menunjukkan, dalam beberapa tahun terakhir, anggaran pendidikan vokasi sempat mengalami penurunan signifikan. Salah satunya tercatat pada pemangkasan anggaran 2025 sebesar Rp 7,2 triliun, yang berdampak langsung pada program pelatihan vokasi, penyediaan sarana praktik, dan peningkatan kualitas guru kejuruan. Penurunan alokasi ini sempat menuai sorotan banyak pihak, mengingat pendidikan vokasi digadang-gadang sebagai tulang punggung pembangunan SDM unggul yang siap menghadapi pasar kerja global.
Mendikdasmen menegaskan, tambahan dana Rp 71,11 triliun akan dialokasikan sebagian untuk membangun dan memperkuat infrastruktur pendidikan vokasi, termasuk peralatan laboratorium, workshop, serta pelatihan instruktur dan guru produktif. Selain itu, akan didorong program link and match antara dunia pendidikan vokasi dengan dunia industri, agar lulusan SMK atau lembaga vokasi lebih siap kerja dan memiliki keterampilan yang sesuai kebutuhan pasar. Langkah ini menjadi penting mengingat masih tingginya angka pengangguran lulusan SMK akibat ketidaksesuaian kompetensi dengan kebutuhan industri.
Pemerintah juga merencanakan intensifikasi program Pendidikan Profesi Guru (PPG) bagi tenaga pendidik vokasi, agar guru tidak hanya menguasai materi ajar, tetapi juga teknologi terbaru yang relevan dengan kebutuhan industri. Transformasi ini diharapkan mencetak lulusan vokasi yang lebih kompetitif, mandiri, dan mampu menciptakan lapangan kerja baru.
Fokus Pemerataan Pendidikan dan Kesiapan SDM Masa Depan
Tidak hanya menyangkut teknis pembangunan infrastruktur, usulan tambahan anggaran ini juga memuat strategi untuk memperkuat pemerataan kualitas pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah menyadari bahwa kesenjangan kualitas pendidikan antara kota besar dan daerah terpencil masih cukup lebar. Karena itu, Mendikdasmen menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah untuk menjalankan program Wajib Belajar 13 Tahun secara optimal.
Kemendikdasmen telah membuka komunikasi intensif dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) untuk mempercepat pembangunan PAUD di desa-desa yang belum memiliki fasilitas pendidikan usia dini. Kolaborasi lintas kementerian ini menjadi kunci sukses pemerataan pendidikan, mengingat Kemendes memiliki data dan kendali langsung terhadap kondisi desa.
Selain itu, pemerintah juga akan mendorong sosialisasi massif kepada masyarakat mengenai pentingnya pendidikan PAUD sebagai bagian dari Wajib Belajar. Edukasi ini dinilai perlu, karena sebagian masyarakat masih memandang PAUD sebagai pendidikan opsional, bukan kewajiban. Padahal, PAUD adalah masa krusial untuk membentuk karakter anak sejak dini.
Baca Juga : Lonjakan Gagal Ginjal Usia Muda, Gaya Hidup Modern Disalahkan
Dari sudut pandang ekonomi, tambahan anggaran Rp 71,11 triliun ini dianggap sebagai investasi jangka panjang yang akan berbuah pada peningkatan kualitas SDM Indonesia. Dengan SDM yang lebih unggul, pemerintah berharap dapat mengurangi angka pengangguran, memperkuat perekonomian nasional, serta meningkatkan daya saing bangsa di tingkat global. Namun, tantangan ke depan tentu tidak sedikit, mulai dari kesiapan infrastruktur, keterbatasan SDM pendidik, hingga keterbatasan anggaran daerah yang masih harus diatasi.
Kesimpulannya, usulan tambahan anggaran Rp 71,11 triliun oleh Mendikdasmen menjadi langkah strategis dalam menjawab kebutuhan pendidikan nasional saat ini. Jika disetujui, kebijakan ini berpotensi membawa perubahan besar, baik dalam pemerataan akses pendidikan PAUD hingga penguatan sektor vokasi yang selama ini menjadi salah satu tumpuan pembangunan ekonomi berbasis SDM. Kini, semua mata tertuju pada pemerintah dan DPR untuk menentukan nasib anggaran pendidikan di tahun-tahun mendatang.