Kontroversi mewarnai dunia politik setelah dua anggota DPR dari Fraksi PDIP, Deddy Sitorus dan Sadarestuwati, menuai sorotan publik atas perilaku mereka yang dinilai tidak pantas. Menanggapi hal itu, pimpinan fraksi segera mengambil sikap. Melalui pernyataan resmi, PDIP minta maaf atas insiden tersebut dan berjanji akan menjadikannya sebagai pelajaran penting bagi seluruh kader partai.
Permintaan maaf ini disampaikan langsung oleh Ketua DPP PDIP, Said Abdullah, yang menekankan bahwa perilaku kader tidak boleh melukai perasaan rakyat. Menurutnya, publik memiliki hak untuk menuntut integritas dan empati dari wakil rakyat yang duduk di parlemen. Ia berharap permintaan maaf tersebut bisa meredakan keresahan sekaligus menunjukkan komitmen partai dalam menjaga etika politik. Bagi fraksi, insiden ini menjadi momentum introspeksi agar kasus serupa tidak terulang di masa depan.
Reaksi Publik dan Sikap Fraksi PDIP
Pernyataan PDIP minta maaf tidak lepas dari derasnya kritik masyarakat yang menilai sikap dua anggota DPR tersebut tidak menunjukkan rasa empati. Reaksi negatif muncul di berbagai platform media sosial, di mana publik menuntut partai lebih tegas dalam mengawasi kadernya. Aksi mereka dianggap mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif yang seharusnya mengedepankan kepentingan rakyat.
Sebagai bentuk tanggung jawab, PDIP berkomitmen melakukan evaluasi internal terhadap para kader. Said Abdullah menyebut bahwa meski partai telah menyampaikan permintaan maaf, sanksi atau tindakan lanjutan masih dipertimbangkan. Hal ini dilakukan agar keputusan yang diambil tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga proporsional dan mendidik bagi seluruh kader. Dengan langkah ini, fraksi berharap masyarakat bisa melihat keseriusan partai dalam menjaga kredibilitas dan etika politik.
Baca juga : Ribka PDIP, Tanpa Kudatuli Tak Akan Ada Presiden Tukang Kayu
Permintaan PDIP minta maaf dinilai banyak pihak sebagai langkah tepat untuk menjaga stabilitas politik. Namun, publik menuntut adanya tindakan nyata, bukan sekadar pernyataan. Evaluasi terhadap perilaku kader di parlemen harus diperkuat dengan mekanisme kontrol internal yang lebih ketat. Dengan begitu, partai dapat mengurangi risiko terulangnya tindakan yang mencederai kepercayaan masyarakat.
Ke depan, PDIP dituntut untuk memperbaiki komunikasi politik kadernya agar lebih sensitif terhadap kondisi sosial. Publik menginginkan wakil rakyat menunjukkan integritas, empati, dan kesederhanaan dalam bertindak. Insiden ini bisa menjadi momentum bagi PDIP untuk melakukan pembenahan internal sekaligus menegaskan posisinya sebagai partai yang responsif terhadap kritik. Jika langkah nyata berhasil ditunjukkan, maka permintaan maaf ini bisa menjadi awal pemulihan kepercayaan publik terhadap partai.