Pengamanan Keraton Solo menjadi fokus utama jelang jumenengan raja baru di Keraton Solo, ketika TNI-Polri dan unsur pamong praja menata perimeter keamanan di Kamandungan dan kawasan Baluwarti. Ziarah usai wafatnya Pakubuwono XIII mengubah ritme kota, sementara akses menuju Ndalem dibatasi untuk mengurangi kerumunan. Polresta Solo menegaskan penjagaan dilakukan bergiliran sepanjang hari, dengan Brimob menempatkan kendaraan taktis pada titik rawan guna antisipasi.
Di lapangan, komunikasi digencarkan agar warga memahami tahapan adat dan kepentingan pengamanan. Panitia keraton menyiapkan jalur tamu, sedangkan petugas menertibkan parkir dan pedagang demi kelancaran prosesi. Pendekatan persuasif diutamakan untuk menjaga martabat upacara dan rasa aman warga, sekaligus mencegah disinformasi yang beredar di media sosial; langkah mempertegas komitmen Pengamanan Keraton Solo.
Informasi resmi disalurkan lewat humas keraton, Pemkot Surakarta, dan Polresta Solo agar arus pejalan kaki, pintu masuk, serta waktu kunjungan terukur. Koordinasi ini diharap menjaga khidmat prosesi, meminimalkan gesekan, dan memastikan peziarah serta media bekerja tertib aman.
Skema Penjagaan dan Peran TNI-Polri
Polresta Solo berkoordinasi dengan TNI, Satpol PP, dan unsur linmas untuk mengatur ring satu hingga ring tiga di sekitar Keraton Solo. Prioritasnya adalah memisahkan arus pejalan kaki, tamu undangan, dan rombongan adat, sambil menjaga akses warga Baluwarti. Kendaraan taktis Brimob disiagakan sebagai deterrent, sementara patroli jalan kaki memperkuat kehadiran di lorong-lorong kampung. Dalam kerangka Pengamanan Keraton Solo, setiap pos dilengkapi buku kejadian, sarana komunikasi, dan jalur evakuasi sederhana, sehingga informasi dari masyarakat dapat segera ditindaklanjuti tanpa mengganggu prosesi adat.
Selain pengamanan fisik, tim humas menayangkan imbauan berkala agar pengunjung mematuhi jam kunjung, area steril, dan larangan menerbangkan drone. Relawan kesehatan disiapkan untuk pertolongan pertama, sementara pemadam kebakaran menempatkan unit ringan di titik strategis. Pengendalian parkir melibatkan juru parkir resmi agar sirkulasi tetap lancar. Pendekatan ini menekankan kolaborasi lintas instansi yang menjadi roh Pengamanan Keraton Solo, dengan ukuran keberhasilan berupa prosesi tertib, minim insiden, serta pelayanan publik yang tetap berjalan.
Untuk mendukung arus tamu, petugas rekayasa lalu lintas menerapkan sistem buka tutup di simpang sekitar Alun-alun Kidul dan mengalihkan kendaraan besar ke jalur lingkar. Warga diminta memanfaatkan angkutan umum dan titik parkir satelit. Bila terjadi lonjakan massa, komando pengamanan menambah personel cadangan dan memperluas zona pejalan kaki sementara aman.
Pemkot Surakarta dan panitia adat memasang papan informasi jadwal jumenengan di sekitar Keraton Solo agar arus tamu terkelola dan pedagang kaki lima tidak menutup jalur evakuasi. Melalui Pengamanan Keraton Solo, kanal resmi di media sosial menegaskan aturan membawa kamera, larangan kembang api, serta panduan etika berbusana bagi pengunjung. Langkah ini bertujuan menjaga kekhidmatan upacara sekaligus melindungi ruang tinggal warga Baluwarti.
Baca juga : Pemakaman PB XIII Imogiri dan Prosesi Adat Keraton
Di tengah tingginya arus pemberitaan, tim siber memantau isu yang berpotensi memicu provokasi, termasuk hoaks tentang undangan dan penutupan total kawasan. Pengingat keamanan disiarkan berkala melalui pengeras suara kampung dan radio lokal. Pendekatan terpadu tersebut mempertegas orientasi Pengamanan Keraton Solo pada keselamatan publik, tanpa menutup kesempatan warga menyaksikan tradisi keraton sesuai aturan.
Usai prosesi, pengelola pariwisata mendorong paket tur sejarah yang menekankan nilai-nilai budaya Surakarta sebagai warisan yang hidup. Pelaku usaha diarahkan menjaga harga wajar dan kebersihan area, sementara komunitas kreatif menyiapkan pertunjukan yang ramah keluarga. Petugas kebersihan menambah armada untuk penyapuan cepat, dan rekayasa lalu lintas berangsur kembali normal setelah evaluasi. Rapat pasca acara digelar untuk menilai sirkulasi massa, waktu tunggu, serta kenyamanan pengunjung, agar penyelenggaraan berikutnya semakin rapi, inklusif, dan mudah diakses oleh wisatawan. Semua catatan dirangkum dalam laporan terbuka untuk pemangku kepentingan di tingkat kota setempat.


