Kabar mengenai penangkapan Direktur Lokataru Delpedro Marhaen oleh Polda Metro Jaya pada awal September 2025 mengejutkan publik. Direktur eksekutif lembaga advokasi hak asasi manusia ini ditangkap dengan tuduhan menghasut pelajar agar melakukan aksi anarkis melalui media sosial. Polisi menilai langkah ini bukan sekadar kebebasan berekspresi, tetapi masuk ke ranah pidana yang membahayakan ketertiban umum.
Menurut keterangan resmi, proses penyelidikan terhadap kasus ini telah berlangsung sejak 25 Agustus 2025. Aparat menegaskan bahwa penangkapan dilakukan setelah mengumpulkan cukup bukti terkait ajakan provokatif yang beredar. Tindakan tersebut diambil untuk mencegah potensi kerusuhan yang melibatkan pelajar dan anak di bawah umur. Kasus ini langsung menyita perhatian publik karena melibatkan tokoh penting di dunia advokasi hukum dan hak asasi manusia.
Pasal yang Disangkakan Polisi
Polda Metro Jaya menyebut penangkapan Direktur Lokataru dilakukan karena adanya indikasi pelanggaran sejumlah pasal. Pertama, Delpedro dijerat Pasal 160 KUHP tentang penghasutan untuk melakukan tindak pidana. Selain itu, ia juga dikenai Pasal 45A ayat (3) jo. Pasal 28 ayat (3) UU ITE Nomor 1 Tahun 2024 karena dianggap menyebarkan ujaran yang menimbulkan kebencian serta memprovokasi melalui media sosial.
Tidak hanya itu, polisi menambahkan bahwa Delpedro disangka melanggar pasal dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Pasal 76H jo. Pasal 15 jo. Pasal 87 UU Nomor 35 Tahun 2014 digunakan karena ajakan provokatif diduga melibatkan pelajar, termasuk anak-anak. Kombinasi pasal-pasal ini memperkuat dasar hukum aparat untuk menahan dan memproses hukum yang bersangkutan. Polisi menegaskan langkah tersebut dilakukan sesuai prosedur dan bukan tindakan sewenang-wenang.
Meski ada penjelasan resmi, penangkapan ini tetap menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat sipil. Banyak pihak khawatir bahwa penangkapan Direktur Lokataru bisa menjadi preseden buruk bagi kebebasan berekspresi dan peran lembaga advokasi di Indonesia. Beberapa organisasi hak asasi manusia menyerukan agar proses hukum dilakukan secara transparan serta mengedepankan prinsip keadilan.
Baca juga : Polisi Amankan Puluhan Pelajar Demo Stasiun di Jakarta
Di sisi lain, aparat kepolisian menekankan bahwa yang dipermasalahkan bukanlah kritik atau advokasi, melainkan dugaan provokasi terhadap pelajar untuk melakukan tindakan anarkis. Jika terbukti, konsekuensi hukumnya cukup berat, mengingat ada unsur anak di bawah umur yang dilibatkan. Kasus ini pun menyoroti pentingnya batas antara kebebasan berpendapat dengan tindakan yang dapat mengganggu keamanan publik. Perdebatan diprediksi akan terus berlanjut seiring proses hukum terhadap Delpedro berjalan di pengadilan.