Rasionalisasi Struktur BUMN kembali mencuat setelah Danantara menilai struktur perusahaan pelat merah terlalu berlapis, dari anak hingga “udheg-udheg”. Laporan awal menggarisbawahi risiko inefisiensi, biaya koordinasi tinggi, dan turunnya akuntabilitas ketika BUMN membentuk jaringan anak usaha sampai tujuh turunan. Danantara menegaskan perampingan harus berpijak pada mandat hukum dan tetap melindungi nilai aset negara.
Di sisi tata kelola, penguatan kontrol, audit, dan pelaporan konsolidasi menjadi prioritas. Danantara menyebut penertiban rantai kepemilikan akan memudahkan pemetaan kinerja, menutup celah benturan kepentingan, serta menyelaraskan strategi korporasi dengan kebijakan publik. Rasionalisasi Struktur BUMN diproyeksikan berjalan bertahap, dimulai dari pemetaan portofolio, penghapusan entitas dorman, serta integrasi fungsi yang tumpang tindih agar manfaat ke publik lebih terukur.
Struktur Tujuh Lapis dan Dampak Tata Kelola
Dalam pemetaan awal, BUMN dinilai membentangkan kepemilikan hingga tujuh lapis—anak, cucu, cicit/buyut, piut, canggah, wareng, sampai “udheg-udheg”. Setiap lapis menambah jarak pengawasan, memperumit konsolidasi laporan, dan membuat rantai keputusan menjadi lamban ketika pasar menuntut respon cepat. Danantara mengingatkan bahwa tujuan utama BUMN tetap pelayanan publik dan nilai ekonomi, sehingga penataan perlu menghapus entitas yang tak relevan, memperkuat dewan komisaris, dan memperjelas indikator kinerja. Rasionalisasi Struktur BUMN juga diharapkan menekan biaya administrasi yang membengkak karena struktur berlapis.
Selain itu, pengawasan eksternal—mulai dari auditor independen hingga regulator pasar modal—perlu disinergikan dengan penataan internal. Danantara mendorong penggunaan standar pelaporan yang seragam agar perbandingan kinerja antarkelompok usaha lebih transparan. Rasionalisasi Struktur BUMN berfungsi sebagai pagar agar ekspansi tak mengaburkan mandat publik; proyek non-inti dapat dialihkan, digabung, atau dilepas dengan kajian manfaat-biaya yang ketat. Dengan jalur komando yang lebih ringkas, risiko moral hazard dan tata kelola lemah dapat ditekan.
Tahap awal meliputi inventarisasi unit yang tidak aktif, tumpang tindih bisnis, dan struktur kepemilikan silang yang mempersulit konsolidasi. Danantara menyebutkan perlunya peta jalan yang mengatur kriteria penggabungan, likuidasi, hingga divestasi terbatas, sembari menjaga keberlanjutan proyek layanan publik. Rasionalisasi Struktur BUMN dipadukan dengan target efisiensi operasional, pemanfaatan teknologi pelaporan real-time, dan penyusunan KPI yang menautkan insentif manajemen pada kinerja layanan serta kontribusi dividen.
Ke depan, koordinasi Danantara dengan Kementerian BUMN dan otoritas pasar menjadi kunci agar keputusan korporasi selaras dengan kepentingan negara. Program ini menempatkan perlindungan pekerja dan mitra UMKM dalam kerangka transisi yang tertib, termasuk skema alih tugas atau konsolidasi rantai pasok. Rasionalisasi Struktur BUMN dirancang bertahap dengan komunikasi publik yang transparan, sehingga pemangku kepentingan memahami alasan, jadwal, dan ukuran keberhasilan. Dengan struktur lebih sederhana, diharapkan investasi lebih tepat sasaran dan akuntabilitas kepada publik semakin kuat.


