Pemberian remisi napi terkenal pada perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia kembali menuai sorotan publik. Nama-nama besar seperti John Kei, Mario Dandy, Shane Lukas, hingga Gregorius Ronald Tannur tercatat mendapatkan pemotongan masa hukuman. Remisi ini diberikan sesuai aturan yang berlaku, yakni kepada narapidana yang dianggap berkelakuan baik dan memenuhi syarat administratif maupun substantif.
Namun, perhatian masyarakat lebih banyak tertuju pada remisi napi terkenal dibanding ribuan napi lain yang juga memperoleh pengurangan hukuman. Publik menilai, ketika kasus-kasus besar yang pernah mengguncang opini publik masih segar dalam ingatan, pemberian remisi seolah melukai rasa keadilan, khususnya bagi korban dan keluarganya.
Daftar Nama dan Besaran Remisi
Dalam data resmi Kementerian Hukum dan HAM, terdapat ribuan narapidana yang menerima remisi di seluruh Indonesia. Namun, beberapa nama besar membuat isu ini menjadi bahan diskusi. Remisi napi terkenal yang menonjol antara lain:
- John Kei, terpidana kasus pembunuhan berencana, memperoleh remisi umum sekitar 4 bulan.
- Mario Dandy Satriyo, terpidana kasus penganiayaan berat terhadap David Ozora, mendapat remisi umum 3 bulan serta remisi dasawarsa 90 hari.
- Shane Lukas, yang turut terlibat dalam kasus penganiayaan tersebut, menerima remisi serupa dengan Mario.
- Gregorius Ronald Tannur, terpidana kasus penganiayaan yang menewaskan korban, mendapat remisi 1 bulan.
- Ahmad Fathanah, terpidana kasus korupsi impor sapi, memperoleh remisi umum hingga 5 bulan.
Pihak Lapas menegaskan bahwa semua narapidana, termasuk mereka yang bukan publik figur, memiliki hak yang sama selama memenuhi syarat. Akan tetapi, sorotan media membuat pemberian remisi napi terkenal lebih sering diperdebatkan dibanding narapidana lainnya.
Fenomena remisi napi terkenal menimbulkan pertanyaan serius mengenai keadilan dalam sistem hukum Indonesia. Aktivis dan pakar hukum menilai, meskipun aturan remisi berlaku bagi semua, penerima remisi dari kalangan napi dengan kasus besar sering memicu kegelisahan sosial.
Baca juga : Remisi Ronald Tannur Bobrok, Keluarga Korban Kecewa
Sebagian masyarakat beranggapan bahwa pemberian remisi kepada figur publik yang kasusnya menyita perhatian luas justru berpotensi mengikis rasa keadilan. Kritik juga diarahkan pada pemerintah agar lebih transparan dalam menjelaskan alasan pemberian remisi, serta memastikan bahwa mekanisme tersebut benar-benar adil dan tidak hanya formalitas administratif.
Meski demikian, ada pula pihak yang menekankan bahwa remisi merupakan hak setiap narapidana yang telah memenuhi syarat, tanpa terkecuali. Tantangannya adalah menjaga keseimbangan antara hak napi dengan rasa keadilan masyarakat.