Pernyataan tegas dilontarkan Ketua DPP PDIP, Ribka Tjiptaning, saat memperingati 29 tahun peristiwa Kudatuli (Kerusuhan 27 Juli 1996) di kantor DPP PDIP, Jakarta. Dalam pidatonya, Ribka menyebut peristiwa berdarah tersebut sebagai tonggak awal reformasi Indonesia yang memungkinkan rakyat kecil, termasuk seorang anak tukang kayu, bisa menjadi presiden. Ucapan ini dengan jelas merujuk pada sosok Presiden Joko Widodo, yang berasal dari keluarga sederhana dan pernah berprofesi sebagai tukang kayu sebelum terjun ke dunia politik.
“Tanpa 27 Juli, tidak ada reformasi. Tidak ada anak buruh jadi anggota DPR, tidak ada anak tukang kayu jadi presiden,” kata Ribka dengan nada emosional.
Ia menambahkan bahwa banyak kader saat ini lupa terhadap sejarah perjuangan partai. Menurutnya, semangat Kudatuli tidak boleh pudar karena merupakan fondasi utama keberadaan PDIP dan arah gerakan reformasi yang diperjuangkan sejak era Orde Baru. Bagi Ribka, Kudatuli bukan sekadar peristiwa kekerasan, tetapi simbol perjuangan rakyat yang tertindas.
Peringatan ini juga menjadi momen kritik internal, terutama terhadap elit-elit partai yang dinilai oportunis dan menjauh dari garis perjuangan kerakyatan. “Ada kader yang hanya cari kekuasaan, lupa bagaimana darah dan air mata tumpah untuk perjuangan ini,” ujar Ribka.
Selain itu, Ribka mengungkapkan kekecewaannya terhadap lambannya proses hukum dan pengakuan negara terhadap Kudatuli sebagai pelanggaran HAM berat. Menurutnya, hingga kini belum ada tindakan konkret untuk mengusut tuntas tragedi tersebut, padahal banyak korban luka dan jiwa dari kalangan rakyat kecil.
Reaksi Projo: Tak Ingin Terseret Narasi Politik Masa Lalu
Menanggapi pernyataan Ribka, relawan pendukung Presiden Jokowi yang tergabung dalam Projo tidak memberikan komentar langsung yang menanggapi kutipan “anak tukang kayu jadi presiden”. Namun, Projo melalui beberapa pernyataan sebelumnya menegaskan bahwa mereka memilih fokus pada agenda masa depan, bukan terjebak dalam narasi politik masa lalu.
Beberapa pihak menilai bahwa pernyataan Ribka merupakan bentuk sindiran terhadap sikap politik Presiden Joko Widodo yang akhir-akhir ini dianggap menjauh dari PDIP, terutama menjelang pemilu 2024 dan setelahnya. Namun demikian, belum ada tanggapan resmi dari Istana atau tokoh utama Projo terkait ucapan tersebut.
Baca juga : Kongres PDIP 2025 Direncanakan Digelar di Bali
Sebagian analis politik menilai, ini adalah bentuk peringatan dari internal PDIP agar arah gerakan partai tetap sesuai jalur reformasi. Ada pula yang melihat bahwa pidato Ribka menyiratkan keresahan terhadap dinamika politik yang dinilai pragmatis belakangan ini.
Meski menimbulkan kontroversi, peringatan Kudatuli tetap menjadi pengingat penting bagi PDIP dan publik luas mengenai harga mahal demokrasi di Indonesia. Ribka berharap generasi muda dan kader partai terus mengingat sejarah dan tidak membiarkan perjuangan itu dilupakan.