Written by 2:25 am HotgetNews Views: 1

Riset Bawang Putih UGM Jadi Sindiran Luhut Di Solo

Riset Bawang Putih UGM Jadi Sindiran Luhut Di Solo

Riset Bawang Putih UGM menjadi sorotan setelah Luhut Binsar Pandjaitan melontarkan pesan kepada Universitas Gadjah Mada. Ia meminta kampus aktif menghasilkan penelitian yang menjawab kebutuhan pangan, bukan larut dalam polemik yang menyita energi. Pernyataan itu disampaikan di forum investasi di Solo, saat ia membahas pentingnya eksekusi kebijakan daerah, termasuk proyek strategis.

Dalam pandangannya, Riset Bawang Putih UGM perlu membantu daerah menemukan lokasi tanam, kualitas bibit, dan model budidaya yang cocok untuk bawang putih. Ia menilai studi dari karakter tanah hingga ketinggian lahan bisa menjadi dasar program swasembada yang jelas, dengan target dan indikator hasil. Tujuan akhirnya, kata Luhut, mengurangi ketergantungan impor dan memperkuat rantai pasok domestik.

Di tengah perbincangan itu, ia juga menyinggung perhatian yang selama ini tertuju pada isu ijazah. Ia meminta diskusi tidak berhenti pada debat, melainkan menghasilkan data dan solusi. Pemerintah daerah dan kampus didorong membangun peta riset yang bisa dipakai petani, industri benih, serta pembuat kebijakan.

Fokus Riset Pangan dan Target Pengurangan Impor

Di forum tersebut, Luhut mencontohkan riset yang menurutnya bisa langsung membantu program pangan, mulai dari pemetaan lahan hingga rekomendasi varietas. Ia menyebut ketinggian sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut kerap menjadi faktor penting untuk budidaya bawang putih, namun tiap wilayah memiliki karakter tanah berbeda. Karena itu, kampus diminta meneliti detail seperti pH, struktur tanah, kebutuhan air, serta pola tanam yang paling efisien.

Menurutnya, Riset Bawang Putih UGM seharusnya mampu menghasilkan peta lokasi tanam yang jelas untuk Jawa Tengah dan sekitarnya, lengkap dengan rujukan bibit yang produktif. Ia juga menyinggung contoh kampus lain yang sudah melakukan kajian serupa, sehingga hasil riset bisa segera diterjemahkan menjadi kebijakan daerah. Bagi Luhut, riset tidak cukup hanya menyebut angka produksi, tetapi harus menguji ketahanan bibit terhadap cuaca ekstrem dan perubahan iklim.

Dorongan itu juga berkaitan dengan target menekan ketergantungan impor yang selama ini membebani harga dan pasokan. Ia menilai jika daerah bisa meningkatkan kontribusi produksi secara signifikan, dampaknya terasa langsung dari hulu sampai hilir, dari petani hingga industri pengolahan. Luhut meminta kerja sama lintas pihak, agar riset, pendanaan, dan pendampingan di lapangan berjalan serempak dan terukur. Ia mengingatkan standar pascapanen penting, karena susut dan mutu sering menentukan daya saing produk di pasar nasional.

Pernyataan Luhut memicu diskusi baru tentang peran kampus dalam isu publik yang cepat viral. Di satu sisi, universitas kerap diminta memberi klarifikasi ketika nama institusi terseret polemik. Di sisi lain, publik juga berharap kampus tetap fokus pada kerja ilmiah yang berdampak langsung, termasuk Riset Bawang Putih UGM yang ia sebut sebagai contoh agenda konkret. Situasi ini menuntut komunikasi yang rapi agar riset tidak tenggelam oleh debat di ruang publik digital.

Baca juga : Perahu Terguling di Maluku Tenggara, 7 Mahasiswa UGM KKN, 1 Tewas & 1 Hilang

Luhut menekankan kualitas bibit, bukan sekadar jumlah, serta kemampuan adaptasi terhadap perubahan iklim. Ia menyinggung upaya riset genom dan pemetaan varietas, termasuk inisiatif pusat riset yang pernah dikaitkan dengan pengembangan benih di kawasan Danau Toba. Bagi pemerintah, hasil riset semacam itu penting untuk membuat kebijakan berbasis data, dari bantuan benih hingga tata niaga. Ia juga mendorong pendanaan riset diarahkan pada uji tanam yang terukur dan mudah dievaluasi.

Di tingkat daerah, tantangannya adalah memastikan hasil riset bisa diterapkan, bukan berhenti sebagai laporan. Kemitraan antara kampus, dinas pertanian, dan kelompok tani dibutuhkan agar uji coba varietas, pendampingan budidaya, serta distribusi berjalan serasi. Jika ekosistem itu terbentuk, Riset Bawang Putih UGM dapat menjadi model kolaborasi yang menekan impor sekaligus menaikkan pendapatan petani. Perdebatan yang ramai pun bisa diarahkan menjadi agenda kerja yang terukur.

Close