RUU Haji dibawa paripurna untuk disahkan DPR

RUU Haji dibawa paripurna untuk disahkan DPR

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah menyepakati RUU Haji dibawa paripurna setelah seluruh fraksi menyatakan persetujuan dalam rapat kerja dengan Komisi VIII. Keputusan bulat ini menjadi langkah penting sebelum pengesahan menjadi Undang-Undang di rapat paripurna. RUU yang diajukan menitikberatkan pada penguatan kelembagaan, transparansi layanan, serta efisiensi penyelenggaraan ibadah haji di masa depan.

Kesepakatan tersebut disampaikan langsung oleh pimpinan Komisi VIII, yang menegaskan bahwa revisi undang-undang ini akan membawa perubahan signifikan. Salah satu poin krusial adalah transformasi Badan Penyelenggara Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah. Dengan demikian, pengelolaan haji akan lebih fokus, memiliki otoritas jelas, dan mampu meningkatkan kualitas layanan jamaah. Melalui langkah RUU Haji dibawa paripurna, pemerintah dan DPR berharap penyelenggaraan haji menjadi lebih profesional, terukur, dan akuntabel.

Selain itu, pemerintah memastikan bahwa esensi penyelenggaraan ibadah tidak berubah, melainkan justru diperkuat. Layanan jamaah diharapkan lebih optimal, kuota lebih transparan, serta keterlibatan daerah dan lembaga pendukung tetap dijaga. Momentum RUU Haji dibawa paripurna menjadi penegasan keseriusan pemerintah menata ulang sistem haji untuk kepentingan umat.

Transformasi kelembagaan dan arah kebijakan baru

Salah satu aspek paling menonjol dalam revisi ini adalah pengalihan status BP Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah. Perubahan kelembagaan ini diharapkan memperkuat koordinasi antarinstansi dan mempercepat pengambilan keputusan terkait haji dan umrah. Dengan adanya kementerian khusus, layanan akan lebih fokus dan dapat memberikan solusi cepat terhadap berbagai persoalan teknis maupun administratif.

RUU ini juga mengatur kembali mekanisme pengawasan dan transparansi dana haji. DPR menilai perlunya sistem yang lebih terbuka agar publik dapat memantau secara langsung penggunaan anggaran. Dengan begitu, kepercayaan masyarakat meningkat dan potensi penyalahgunaan bisa diminimalisir.

Selain itu, regulasi baru menekankan pada peningkatan kualitas pembinaan jamaah, baik di dalam negeri maupun di Arab Saudi. Dari manasik haji hingga fasilitas pendukung di Tanah Suci, semua diatur untuk memastikan jamaah mendapatkan pelayanan terbaik. Langkah ini mempertegas urgensi RUU Haji dibawa paripurna sebagai jawaban atas kebutuhan umat.

RUU yang baru juga membahas penataan kuota jamaah haji reguler dan khusus. Pemerintah menetapkan komposisi sekitar 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus, dengan tujuan menjaga keadilan dan akses bagi seluruh lapisan masyarakat. Kuota petugas haji daerah (TPHD) kini lebih dibatasi agar tidak mengurangi jatah jamaah.

Baca juga : Revisi UU Haji, Syarat PPIH Diatur Permenu

Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) tetap diakui, namun diwajibkan mematuhi ketentuan kloter sesuai aturan Arab Saudi. Hal ini penting agar bimbingan jamaah berjalan sesuai standar internasional. Pemerintah juga menekankan bahwa pembinaan jamaah di tingkat daerah tetap menjadi prioritas, sehingga kualitas ibadah lebih terjaga.

Dengan berbagai pengaturan tersebut, RUU Haji dibawa paripurna dipandang sebagai langkah maju dalam tata kelola haji. Regulasi ini bukan hanya soal administrasi, tetapi juga representasi komitmen negara dalam memberikan pelayanan ibadah terbaik. Publik berharap pengesahan di paripurna segera dilakukan agar aturan baru dapat segera dijalankan.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *