Serangan Trump ke Iran

Serangan Trump ke Iran, Tindakan Strategis atau Pelanggaran Hukum?

Langkah mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang memerintahkan serangan militer terhadap fasilitas nuklir Iran pada Juni 2025 kembali mengangkat perdebatan panas di Kongres AS. Pasalnya, serangan ini dilakukan tanpa persetujuan dari Kongres, sebuah prosedur yang diwajibkan oleh War Powers Resolution atau dikenal juga dengan War Powers Act tahun 1973.

Apakah Trump telah melanggar hukum, atau tindakan tersebut sah dalam kapasitasnya sebagai Panglima Tertinggi? Artikel ini akan membahas secara lengkap dari sudut pandang hukum, politik, dan dampak internasionalnya.

Kronologi Serangan Militer ke Iran

Pada 22 Juni 2025, tiga lokasi sensitif di Iran—Fordow, Isfahan, dan Natanz—diserang oleh rudal dan pesawat tempur siluman Amerika Serikat. Trump menyatakan bahwa serangan ini dilakukan sebagai “langkah preventif” untuk menggagalkan rencana Iran mengembangkan senjata nuklir ofensif.

Namun, yang memicu kemarahan Kongres adalah tidak adanya pemberitahuan resmi kepada mereka sebelum serangan dilakukan. Hal ini dinilai sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap mekanisme checks and balances yang diatur dalam Konstitusi AS.

War Powers Resolution: Apa Itu?

War Powers Act 1973 adalah undang-undang yang membatasi kewenangan Presiden AS dalam menggunakan kekuatan militer tanpa persetujuan Kongres. Poin penting dari undang-undang ini:

  • Presiden harus memberitahu Kongres dalam 48 jam setelah melakukan aksi militer.
  • Operasi militer tanpa persetujuan Kongres dibatasi maksimal 60 hari.
  • Jika tidak disetujui, pasukan harus ditarik dalam 30 hari.

Dalam kasus serangan ke Iran, Trump tidak hanya tidak memberi pemberitahuan 48 jam sebelumnya, tapi juga tidak mendapatkan otorisasi militer dari Kongres. Inilah yang menjadi dasar utama kritik dari para legislator.

Protes dari Kongres AS: Antara Hukum dan Politik

Dukungan Impeachment

Rep. Al Green (D-Texas) secara resmi mengajukan pasal pemakzulan (impeachment) terhadap Trump, menuduhnya telah melanggar konstitusi dan melewati wewenang legislatif. Walaupun tidak banyak yang memperkirakan ini akan berhasil, langkah ini menunjukkan bahwa ada tekanan nyata di parlemen terhadap mantan Presiden.

Pandangan Partai Republik

Sebagian besar anggota Partai Republik membela tindakan Trump, mengklaim bahwa presiden memiliki hak bertindak cepat dalam menghadapi ancaman keamanan nasional. Namun, ada pula suara-suara moderat yang menilai tindakan Trump bisa memperlebar ketegangan geopolitik.

Reaksi Internasional: Iran, PBB, dan Sekutu

Iran

Iran mengutuk keras serangan tersebut dan menyebutnya sebagai “aksi agresi terang-terangan.” Mereka pun mengumumkan akan membalas dengan tindakan yang sepadan, meningkatkan kekhawatiran akan pecahnya konflik terbuka di kawasan Timur Tengah.

PBB dan Negara-Negara Dunia

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyatakan keprihatinannya atas tindakan sepihak AS dan mendesak semua pihak untuk menahan diri. Beberapa negara sekutu AS, seperti Inggris dan Prancis, turut menyatakan tidak diberitahu sebelumnya soal serangan ini.

Israel

Israel menyambut baik langkah Trump dan menyebutnya sebagai tindakan berani dalam menekan ambisi nuklir Iran.

Analisis Hukum dan Konstitusi

Menurut para ahli hukum tata negara:

  • Tindakan Trump tidak dapat dibenarkan jika tidak ada ancaman langsung (imminent threat).
  • War Powers Act secara eksplisit mengharuskan konsultasi lebih dahulu dengan Kongres, bukan hanya pemberitahuan setelah kejadian.
  • Trump dapat dianggap menyalahgunakan kekuasaan eksekutif jika terbukti merencanakan serangan tanpa dasar intelijen yang kuat.

Risiko Eskalasi Konflik

Serangan ini dapat berdampak domino terhadap kawasan:

  • Meningkatkan ketegangan AS-Iran yang sudah memanas sejak krisis 2019–2020.
  • Memperlemah hubungan diplomatik AS dengan negara-negara Timur Tengah yang cenderung netral.
  • Menimbulkan serangan balasan terhadap pangkalan militer AS di Qatar dan Irak.

Dampak terhadap Kampanye Trump 2024–2025

Sebagai calon presiden dari Partai Republik dalam Pilpres 2024–2025, tindakan ini bisa jadi pedang bermata dua:

Positif:

  • Menunjukkan ketegasan dan keberanian.
  • Mengangkat citra sebagai pemimpin kuat yang tidak takut mengambil risiko.

Negatif:

  • Dikritik sebagai pemimpin otoriter.
  • Kehilangan dukungan dari kelompok independen dan swing voters.

Tindakan Trump memerintahkan serangan ke Iran tanpa persetujuan Kongres telah menyalakan kembali perdebatan besar seputar batas kekuasaan eksekutif di Amerika Serikat. Terlepas dari dukungan politik yang ia terima, dari segi hukum, ia telah menginjak garis batas yang diatur dalam War Powers Resolution.

Apakah ini hanya akan menjadi sejarah kontroversial lain dalam catatan kepresidenan Trump? Ataukah menjadi preseden berbahaya yang menghapus peran legislatif dalam keputusan perang? Hanya waktu dan reaksi Kongres yang bisa menjawab.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *