Pesta pernikahan anak Dedi Mulyadi di Kabupaten Garut yang seharusnya menjadi perayaan penuh kebahagiaan, berubah menjadi tragedi. Tiga orang meninggal dunia dan puluhan lainnya pingsan dalam insiden desak-desakan yang terjadi di Pendopo Garut pada Jumat, 19 Juli 2025. Acara yang dibuka untuk umum ini ternyata menimbulkan kerumunan besar yang tidak terkendali, memicu kepanikan massal saat warga berebut masuk ke area pesta dan mengantre makanan gratis.
Korban tewas terdiri dari seorang anak perempuan berusia 8 tahun bernama Vania Aprilia, seorang wanita lansia Dewi Jubaedah berusia 61 tahun, serta seorang anggota kepolisian dari Polres Garut, Bripka Cecep Saeful Bahri, yang sempat membantu menenangkan massa sebelum akhirnya pingsan dan dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit akibat kelelahan berat. Selain korban jiwa, ada 14 orang lainnya yang dilaporkan pingsan akibat sesak napas dan kelelahan selama insiden berlangsung.
Pemeriksaan EO dan Langkah Kepolisian
Kepolisian Daerah Jawa Barat bergerak cepat menangani kasus ini. Polda Jabar menyatakan tengah menyelidiki keterlibatan event organizer (EO) yang menangani rangkaian acara pernikahan tersebut. Polisi menduga ada kelalaian dalam pengelolaan massa, terutama dalam hal kontrol akses dan kesiapan medis.
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Hendra Rochmawan mengatakan bahwa pihak EO akan dimintai keterangan untuk mengetahui sejauh mana kesiapan mereka dalam mengatur arus masuk pengunjung dan pengamanan makanan gratis yang memicu antrean panjang. Selain itu, sejumlah saksi mata juga telah dimintai keterangan guna mendukung proses penyelidikan.
Kapolres Garut, AKBP Rohman Yonky, mengatakan bahwa pihaknya sebenarnya telah menurunkan personel untuk pengamanan acara. Namun, jumlah pengunjung yang membeludak di luar prediksi dan kurangnya antisipasi dari panitia membuat situasi menjadi sulit dikendalikan.
Permintaan Maaf dan Tindakan Gubernur Dedi Mulyadi
Dedi Mulyadi, orang tua dari mempelai yang juga menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat, menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada seluruh masyarakat, terutama keluarga korban. Dalam pernyataannya, Dedi mengaku tidak mengetahui bahwa pihak panitia akan membuka acara secara gratis untuk umum, termasuk menyediakan konsumsi massal. Ia menyebutkan bahwa acara awalnya dirancang sebagai pesta tertutup untuk keluarga dan undangan terbatas.
Sebagai bentuk tanggung jawab moral, Dedi Mulyadi melalui stafnya menyerahkan santunan sebesar Rp150 juta kepada masing-masing keluarga korban jiwa. Ia juga memutuskan untuk membatalkan seluruh rangkaian hiburan malam yang sebelumnya dijadwalkan dalam pesta pernikahan tersebut, sebagai bentuk penghormatan terhadap para korban.
Tak hanya itu, Bripka Cecep, yang gugur dalam tugas, diberikan kenaikan pangkat anumerta oleh Kapolri sebagai bentuk penghargaan atas dedikasinya. Upacara pemakaman pun dilakukan secara kedinasan dengan penuh penghormatan dari institusi kepolisian dan pemerintah daerah.
Baca juga : Kebijakan 50 Siswa per Kelas Demul Perlu Dievaluasi DPR
Tragedi di pesta nikah anak Dedi Mulyadi membuka mata banyak pihak terkait pentingnya manajemen kerumunan dalam acara publik, terutama yang bersifat terbuka dan melibatkan ribuan orang. Desak-desakan yang menewaskan tiga jiwa dan melukai belasan lainnya menjadi peringatan keras bagi penyelenggara acara dan pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam mengatur skala dan keamanan kegiatan. Permintaan maaf, santunan, dan penghentian rangkaian acara memang sudah dilakukan, namun luka dan duka di hati keluarga korban akan terus membekas. Penyidikan terhadap EO yang terlibat diharapkan membawa kejelasan, sekaligus memperkuat prosedur keamanan acara publik ke depannya.